TEORI PEMROSESAN INFORMASI DALAM PEMBELAJARAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asumsi yang mendasari teori ini
adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam
perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut
Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk
kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar.
Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi
internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan
dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses
kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah
rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses
pembelajaran.
Menurut Gagne tahapan proses
pembelajaran meliputi delapan fase yaitu, (1) motivasi; (2) pemahaman; (3)
pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan kembali; (6) generalisasi; (7)
perlakuan dan (8) umpan balik. Teori pemrosesan informasi adalah teori kognitif
tentang belajar yang menjelaskan pemrosesan, penyimpanan, dan pemanggilan
kembali pengetahuan dari otak (Slavin, 2000: 175). Teori ini menjelaskan
bagaimana seseorang memperoleh sejumlah informasi dan dapat diingat dalam waktu
yang cukup lama. Oleh karena itu perlu menerapkan suatu strategi belajar
tertentu yang dapat memudahkan semua informasi diproses di dalam otak melalui
beberapa indera.
Dalam upaya menjelaskan bagaimana
suatu informasi (pesan pengajaran) diterima, disandi, disimpan dan dimunculkan
kembali dari ingatan serta dimanfaatkan jika diperlukan, telah dikembangkan
sejumlah teori dan model pemrosesan informasi oleh para pakar seperti Biehler
dan Snowman (1986); Baine (1986); dan Tennyson (1989).
Kompenen pemrosesan dipilih menjadi
tiga berdasarkan perbedaan fungsi, kapasitas, bentuk informasi, serta proses
terjadinya”lupa”. Ketiga komponen tersebut adalah Sensory receptor, Working
memory dan Long tern memory.
Sedangkan proses control diasumsikan
sebgai strategi yang tersimpan didalam ingatan dan dapat dipergunakan setiap
saat di perlukan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang
telah di kemukakan di atas, maka dapat di rumuskan masalah-masalah sebagai
berikut:
1.
Bagaimana teori pemrosesan informasi?
2.
Bagaimana penjelasan teori pemrosesan informasi dari
Robert Gagne?
3.
Bagaimana peninjauan pendekatan teori pemrosesan
informasi?
4.
Bagaimana manfaat serta hambatan dari teori
pemrosesan informasi?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini
adalah untuk menjawab masalah-masalah dalam makalah yaitu:
1.
Mendeskripsikan teori pemrosesan informasi
2.
Mendeskripsikan teori pemrosesan informasi dari Robert
Gagne
3.
Mendeskripsikan peninjauan pendekatan teori pemrosesan
informasi
4.
Menyebutkan manfaat serta hambatan dari teori
pemrosesan informasi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Teori Pemrosesan Informasi
Teori pemrosesan informasi adalah
teori kognitif tentang belajar yang menjelaskan pemrosesan, penyimpanan, dan
pemanggilan kembali pengetahuan dari otak (Slavin, 2000). Teori ini menjelaskan
bagaimana seseorang memperoleh sejumlah informasi dan dapat diingat dalam waktu
yang cukup lama. Oleh karena itu perlu menerapkan suatu strategi belajar
tertentu yang dapat memudahkan semua informasi diproses di dalam otak melalui
beberapa indera.
Komponen pertama dari sistem memori
yang dijumpai oleh informasi yang masuk adalah registrasi penginderaan.
Registrasi penginderaan menerima sejumlah besar informasi dari indera dan
menyimpannya dalam waktu yang sangat singkat, tidak lebih dari dua detik. Bila
tidak terjadi suatu proses terhadap informasi yang disimpan dalam register
penginderaan, maka dengan cepat informasi itu akan hilang.
Keberadaan register penginderaan
mempunyai dua implikasi penting dalam pendidikan. Pertama, orang harus menaruh
perhatian pada suatu informasi bila informasi itu harus diingat. Kedua,
seseorang memerlukan waktu untuk membawa semua informasi yang dilihat dalam
waktu singkat masuk ke dalam kesadaran, (Slavin, 2000: 176).
Interpretasi seseorang terhadap
rangsangan dikatakan sebagai persepsi. Persepsi dari stimulus tidak langsung
seperti penerimaan stimulus, karena persepsi dipengaruhi status mental,
pengalaman masa lalu, pengetahuan, motivasi, dan banyak faktor lain.
Informasi yang dipersepsi seseorang
dan mendapat perhatian, akan ditransfer ke komponen kedua dari sistem memori,
yaitu memori jangka pendek. Memori jangka pendek adalah sistem penyimpanan
informasi dalam jumlah terbatas hanya dalam beberapa detik. Satu cara untuk
menyimpan informasi dalam memori jangka pendek adalah memikirkan tentang
informasi itu atau mengungkapkannya berkali-kali. Guru mengalokasikan waktu
untuk pengulangan selama mengajar.
Memori jangka panjang merupakan
bagian dari sistem memori tempat menyimpan informasi untuk periode panjang.
Tulving (1993) dalam (Slavin, 2000: 181) membagi memori jangka panjang menjadi
tiga bagian, yaitu memori episodik, yaitu bagian memori jangka panjang yang
menyimpan gambaran dari pengalaman-pangalaman pribadi kita, memori semantik,
yaitu suatu bagian dari memori jangka panjang yang menyimpan fakta dan
pengetahuan umum, dan memori prosedural adalah memori yang menyimpan informasi
tentang bagaimana melakukan sesuatu.
Dalam upaya menjelaskan bagaimana
suatu informasi (pesan pengajaran) diterima, disandi, disimpan dan dimunculkan
kembali dari ingatan serta dimanfaatkan jika diperlukan, telah dikembangkan
sejumlah teori dan model pemrosesan informasi oleh para pakar seperti Biehler
dan Snowman (1986); Baine (1986); dan Tennyson (1989). Teori-teori tersebut
umumnya berpijak pada tiga asumsi (Lusiana, 1992) yaitu:
a. Bahwa antara
stimulus dan respon terdapat suatu seri tahapan pemrosesan informasi dimana
pada masing-masing tahapan dibutuhkan sejumlah waktu tertentu.
b. Stimulus
yang diproses melalui tahapan-tahapan tadi akan mengalami perubahan bentuk
ataupun isinya.
c. Salah satu dari tahapan mempunyai kapasitas
yang terbatas.
Dari ketiga asumsi
tersebut,dikembangkan teori tentang komponen struktur dan pengatur alur
pemrosesan informasi (proses control). Kompenen pemrosesan dipilih menjadi tiga
berdasarkan perbedaan fungsi, kapasitas, bentuk informasi, serta proses
terjadinya”lupa”. Ketiga komponen tersebut adalah:
1. Sensory
receptor
Sensory
Receptor (SR) merupakan sel tempat pertama kali informasi diterima dari luar.
informasi masuk ke sistem melalui sensory
register Di dalam SR informasi ditangkap dalam bentuk aslinya, informasi hanya
dapat bertahan dalam waktu yang sangat singkat, dan informasi tadi mudah
terganggu dengan kata lain sangat mudah berganti. Agar tetap berada
dalam sistem, informasi masuk ke working
memory yang digabungkan dengan informasi di long-term memory.
2. Working
memory
Pengerjaan
atau operasi informasi berlangsung di working memory. Disini, berlangsung
proses berpikir secara sadar. Working Memory (WM) diasumsikan mampu
menangkap informasi yang diberi perhatian (attention) oleh individu. Pemberian
perhatian ini dipengaruhi oleh peran persepsi. Karakteristik WM adalah bahwa;
1) ia memiliki kapasitas yang terbatas, lebih kurang 7 slots. Informasi di
dalamnya hanya mampu bertahan kurang lebih 15 detik apabila tanpa upaya
pengulangan atau rehearsal. 2) informasi dapat disandi dalam bentuk
yang berbeda dari stimulus aslinya. Asumsi pertama berkaitan dengan penataan
jumlah informasi, sedangkan asumsi kedua berkaitan dengan peran proses kontrol.
Artinya, agar informasi dapat bertahan dalam WM, maka upayakan jumlah informasi
tidak melebihi kapasitas WM disamping melakukan rehearsal.
Sedangkan penyandian pada tahapan WM, dalam bentuk verbal, visual, ataupun
semantik, dipengaruhi oleh peran proses kontrol dan seseorang dapat dengan
sadar mengendalikannya.
3. Long term memory
Long Term
Memory (LTM) diasumsikan; 1) berisi semua pengetahuan yang telah dimiliki
oleh individu, 2) mempunyai kapasitas tidak terbatas, dan 3) bahwa sekali
informasi disimpan di dalam LTM ia tidak akan pernah terhapus atau hilang.
Kelemahannya adalah
betapa sulit mengakses
informasi yang tersimpan di
dalamnya. Persoalan “lupa” pada tahapan ini disebabkan oleh kesulitan atau
kegagalan memunculkan kembali (retrieval failure) informasi yang diperlukan.
Ini berarti, jika informasi ditata dengan baik maka akan memudahkan proses
penelusuran dan pemunculan kembali informasi jika diperlukan. Dikemukakan oleh
Howard (1983) bahwa informasi disimpan di dalam LTM dalam bentuk prototipe,
yaitu suatu struktur representasi pengetahuan yang telah dimiliki yang
berfungsi sebagai kerangka untuk mengkaitkan pengetahuan baru. Dengan ungkapan
lain, Tennyson (1989) mengemukakan bahwa proses penyimpanan informasi merupakan
proses mengasimilasikan pengetahuan baru pada pengetahuan yang telah dimiliki,
yang selanjutnya berfungsi sebagai dasar pengetahuan (knowledge base) (Lusiana,
1992).
Sejalan
dengan teori pemrosesan informasi, Ausubel (1968) mengemukakan bahwa perolehan
pengetahuan baru merupakan fungsi srtuktur kognitif yang telah dimiliki
individu. Reigeluth dan Stein (1983) mengatakan pengetahuan ditata didalam
struktur kognitif secara hirarkhis. Ini berarti pengetahuan yang lebih umum dan
abstrak yang diperoleh lebih dulu oleh individu dapat mempermudah perolehan
pengetahuan baru yang rinci Proses pengolahan informasi dalam ingatan dimulai
dari proses penyandian informasi (encoding), diikuti dengan penyimpanan
informasi (storage), dan diakhiri dengan mengungkapkan kembali
informasi-informasi yang telah disimpan dalam ingatan (retrieval). Ingatan
terdiri dari struktur informasi yang terorganisasi dan proses penelusuran bergerak
secara hirarkhis, dari informasi yang paling umum dan inklusif ke informasi
yang paling umum dan rinci, sampai informasi yang diinginkan diperoleh.
Teori belajar pemrosesan informasi mendeskripsikan tindakan belajar merupakan proses internal yang mencakup beberapa tahapan. Sembilan tahapan dalam peristiwa pembelajaran sebagai cara-cara eksternal yang berpotensi mendukung proses-proses internal dalam kegiatan belajar adalah :
Teori belajar pemrosesan informasi mendeskripsikan tindakan belajar merupakan proses internal yang mencakup beberapa tahapan. Sembilan tahapan dalam peristiwa pembelajaran sebagai cara-cara eksternal yang berpotensi mendukung proses-proses internal dalam kegiatan belajar adalah :
1.
Menarik perhatian
2.
Memberitahukan tujuan pembelajaran
kepada siswa
3.
Merangsang ingatan pada pra syarat
belajar
4.
Menyajikan bahan peransang
5.
Memberikan bimbingan belajar
6.
Mendorong unjuk kerja
7.
Memberikan balikan informatif
8.
Menilai unjuk kerja
9.
Meningkatkan retensi dan alih belajar
2.2 Teori Pemrosesan Informasi dari Robert Gagne
Asumsi yang mendasari teori ini
adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam
perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut
Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian
diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam
pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal
dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam
diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif
yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari
lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.
Agar kondisi eksternal
itu lebih bermakna sebaiknya diorganisasikan dalam urutan persitiwa
pembelajaran (metode atau perlakuan). Selain itu, dalam usaha mengatur
kondisi eksternal dierlukan berbagai rangsangan yang dapat diterima oleh panca
indra, yang dikenal dengan nama media dan sumber belajar. Berdasarkan kondisi internal dan
eksternal tersebut, Gagne menjelaskan bagaimana proses belajar itu
terjadi.
Gagne membuat beberapa rumusan untuk
menghubungkan keterkaitan antara faktor internal dan eksternal dalam
pembelajaran dalam rangka memaksimalkan tercapainya tujuan pembelajaran, yaitu:
a. Pembelajaran yang dilakukan
dikondisikan untuk menimbulkan minat peserta didik, dan dikondisikan agar
perhatian peserta didik terpusat pada pembelajaran sehingga mereka siap untuk
menerima pelajaran.
b. Memulai pelajaran dengan
menyampaikan tujuan pembelajaran agar peserta didik mengetahui apa yang
diharapkan setelah menerima pelajaran.
c. Guru harus mengingatkan kembali konsep yang telah dipelajari
sebelumnya.
d. Guru siap untuk menyampaikan materi pelajaran.
e. Dalam pembelajaran guru memberikan bimbingan atau pedoman
kepada siswa untuk belajar.
f. Guru memberikan motivasi untuk memunculkan respon siswa.
g. Guru memberikan umpan balik atau penguatan atas respon yang
diberikan siswa baik dalam bentuk lisan maupun tulisan.
h. Mengevaluasi hasil belajar
i.
Memperkuat
retensi dan transfer belajar.
Model proses belajar yang dikembangkan oleh Gagne didasarkan
pada teori pemrosesan informasi, yaitu sebagai berikut:
a.
Rangsangan
yang diterima panca indera akan disalurkan ke pusat syaraf dan dikenal sebagai
informasi.
b.
Informasi
dipilih secara selektif, ada yang dibunag, ada yang disimpan dalam memori
jangka pendek, dan ada yang disimpan dalam memori jangka panjang.
c.
Memori-memori
ini tercampur dengan memori yang telah ada sebelumnya, dan dapat diungkap kembali
setelah dilakukan pengolahan.
Peristiwa belajar (instructional
events) adalah persitiwa dengan urutan sebagai berikut: menimbulkan minat
dan memusatkan perhatian agar peserta didik siap menerima pelajaran,
menyampaikan tujuan pembelajaran agar pseerta didik tahu apa yang diharapkan
dala pembelajaran itu, mengingat kembali konsep/prinsip yang telah dipelajari
sebelumnya yang merupakan prasyarat, menyampaikan materi pembelajaran,
memebrikan bimbingan atau pedoman untuk belajar, membangkitkan timbulnya unjuk
kerja peserta didik, memberikan umpan balik tentang kebenaran pelaksanaan
tugas, mengukur/evaluasi belajar, dan memperkuat referensi dan transfer
belajar.
Suciati dan
Irawan menjelaskan sembilan peristiwa pembelajaran Gagne dalam bentuk bagan
sebagai berikut:
No
|
Peristiwa
Pembelajaran
|
Penjelasan
|
1
|
Menimbulkan
minat dan memusatkan perhatian
|
Peserta didik tidak selalu siap
dan fokus pada awal pembelajaran. Guru perlu menimbulkan minat dan
perhatian anak didik melalui penyampaian sesuatu yang baru, aneh,
kontradiktif atau kompleks
|
2
|
Menyampaikan
tujuan pembelajaran
|
Hal ini dilakukan agar peserta
didik tidak menebak-nebak apa yang diharapkan dari dirinya oleh guru.
Mereka perlu mengetahui unjuk kerja apa yang akan digunakan sebagai indikator
penguasaan pengetahuan atau keterampilan
|
3
|
Mengingat
kembali konsep/prinsip yang telah dipelajari yang merupakan prasyarat
|
Banyak pengetahuan baru yang
merupakan kombinasi dari konsep, prinsip atau informasi yang sebelumnya telah
dipelajari, untuk memudahkan mempelajari materi baru
|
4
|
Menyampaikan
materi pembelajaran
|
Dalam menjelaskan materi
pembelajaran, menggunakan contoh, penekanan untuk menunjukkan perbedaan atau
bagian penting, baik secara verbal maupun menggunakanfitur tertentu (warna,
huruf miring, garisbawahi, dsb)
|
5
|
Memberikan
bimbingan atau pedoman untuk belajar
|
Biimbingan diberikan melalui
pertanyaan-pertanyaan yang membiimbing proses/alur pikir peserta didik.
Perlu diperhatikan agar bimbingan tidak diberikan secara berlebihan
|
6
|
Memperoleh
unjuk kerja peserta didik
|
Peserta didik diminta untuk
menunjukkan apa yang telah dipelajari, baik untuk myakinkan guru maupun
dirinya sendiri
|
7
|
Memberikan
umpan balik tentang kebenaran pelaksanaan tugas
|
Umpan balik perlu diberikan untuk
membantu peserta didik mengetahu sejauh mana kebenaran atau unjuk ekrja yang
dihasilkan
|
8
|
Mengukur/mengevaluasi hasil
belajar
|
Pengukuran hasil belajar dapat
dilakukan melalui tes maupun tugas. Perlu diperhatikan validitas dan
reliabilitas tes yang diberikan dari hasil observasi guru
|
9
|
Memperkuat referensi dan transfer
belajar
|
Referensi dapat ditingkatkan
melalui latihan berkali-kali menggunakan prinsip yang dipelajari dalam
konteks yang berbeda. Mondisi/situasi pada saat transfer belajar
diharapkan terjadi, harus berbeda. Memecahkan masalah dalam suasana di
kelas akan sangat berbeda dengan susasana riil yang mengandung resiko
|
2.3 Tinjauan
Pendekatan Teori Pemrosesan Informasi
Teori kognisi menjelaskan tentang
bagaimana proses mengetahui terjadi pada manusia. Ada beberapa model yang
digunakan untuk menjelaskan proses mengetahui pada manusia. Model pemrosesan
informasi membahas tentang peran operasi-operasi kognitif dalam pengolahan
informasi (Hetherington & Parke, 1986). Dalam model ini manusia dipandang
sebagai labor yang memodifikasi informasi sendiri secara aktif dan
terorganisir. Perkembangan seseorang dalam pemrosesan informasi berkaitan
dengan perubahan-perubahan kuantitatif dan kualitatif dalam aspek ini serta
pengaruh-pengaruh genetis dan lingkungan. Inti dari perkembangan dalam
pemrosesan informasi adalah terbentuknya labor pada diri seseorang yang semakin
efisien untuk mengontrol aliran informasi (Miller, 1993).
Saat ini ada dua model yang dapat
digunakan untuk menjelaskan teori pemrosesan informasi, yaitu model penyimpanan
(store/structure model) dan model tingkat pemrosesan (level of processing).
Model penyimpanan dikembangkan oleh Atkinson & Shiffrin (dalam Miller, 1993),
sedangkan model tingkat pemrosesan dikembangkan oleh Craik dan Lockhart (dalam
Miller, 1993). Dalam model pemrosesan informasi yang dikembangkan oleh Atkinson
& Shiffrin, kognisi manusia dikonsepkan sebagai suatu labor yang terdiri
dari tiga bagian, yaitu masukan (input), proses dan keluaran (output).
Informasi dari dunia sekitar merupakan masukan bagi labor. Stimulasi dari dunia
sekitar ini memasuki reseptor memori dalam bentuk penglihatan, suara, rasa, dan
sebagainya. Selanjutnya, input diproses dalam otak. Otak mengolah dan
mentransformasikan informasi dalam berbagai cara. Proses ini meliputi
pengkodean ke dalam bentuk-bentuk simbolis, membandingkan dengan informasi yang
telah diketahui sebelumnya, menyimpan dalam memori, dan mengambilnya bila diperlukan.
Akhir dari proses ini adalah keluaran, yaitu perilaku manusia, seperti
berbicara, menulis, interaksi labor, dan sebagainya (Vasta, dkk., 1992).
Secara rinci, Pressley, (1990)
memaparkan pemrosesan informasi sebagai berikut: Pertama-tama, manusia menangkap
informasi dari lingkungan melalui organ-organ sensorisnya (yaitu mata, telinga,
hidung, dan sebagainya). Beberapa informasi disaring (diabaikan) pada tingkat
sensoris, kemudian sisanya dimasukkan ke dalam ingatan jangka pendek
(kesadaran). Ingatan jangka pendek mempunyai kapasitas pemeliharaan informasi
yang terbatas sehingga kandungannya harus diproses sedemikian rupa (misalnya
dengan pengulangan atau pelatihan), jika tidak akan lenyap dengan cepat. Bila
diproses, informasi dari ingatan jangka pendek (short-term memory) dapat
ditransfer ke dalam ingatan jangka panjang (long-term memory). Ingatan jangka
panjang (Long-Term Memory) merupakan hal penting dalam proses belajar. Menurut
Anderson (dalam Pressley, 1990), tempat penyimpanan jangka panjang mengandung
informasi labora (disebut pengetahuan deklaratif) dan informasi mengenai
bagaimana cara mengerjakan sesuatu (disebut pengetahuan laborativ).
Menurut pandangan model pemrosesan
informasi yang dikembangkan oleh Atkinson & Shiffrin, sejak kecil seorang anak
mengembangkan fungsi labora dalam mengolah informasi dari lingkungannya.
Menurut Hetherington & Parke (1986), pada usia antara 3 hingga 12 tahun,
fungsi labora seseorang menunjukkan perkembangan yang pesat. Fungsi tersebut
mencakup pengaturan informasi yang diperlukan, termasuk memilih strategi yang
digunakan dan memonitor keberhasilan penggunaan strategi tersebut. Dalam
pandangan model ini, anak merupakan pengatur yang aktif dari fungsi-fungsi
kognitifnya sendiri. Oleh karena itu, dalam menghadapi suatu masalah, anak
memilih masalah yang akan diselesaikannya, memutuskan besar usaha yang akan
dilakukannya, memilih strategi yang akan digunakannya, menghindari hal-hal yang
mengganggu usahanya, serta mengevaluasi kualitas hasil usahanya.
Model pemrosesan informasi berasumsi bahwa anak-anak mempunyai kemampuan yang lebih terbatas dan berbeda laborativ orang dewasa. Anak-anak tidak dapat menyerap banyak informasi, kurang sistematis dalam hal informasi apa yang diserap, tidak mempunyai banyak strategi untuk mengatasi masalah, tidak mempunyai banyak pengetahuan mengenai dunia yang diperlukan untuk memahami masalah, dan kurang mampu memonitor kerja proses kognitifnya (Hetherington & Parke, 1986).
Model pemrosesan informasi berasumsi bahwa anak-anak mempunyai kemampuan yang lebih terbatas dan berbeda laborativ orang dewasa. Anak-anak tidak dapat menyerap banyak informasi, kurang sistematis dalam hal informasi apa yang diserap, tidak mempunyai banyak strategi untuk mengatasi masalah, tidak mempunyai banyak pengetahuan mengenai dunia yang diperlukan untuk memahami masalah, dan kurang mampu memonitor kerja proses kognitifnya (Hetherington & Parke, 1986).
Mengingat perkembangan anak
yang optimal adalah tujuan para psikolog perkembangan, maka sangat relevan jika
individu-individu yang berkecimpung di bidang ini melakukan penelitian yang
tujuannya bermuara pada meningkatkan kemampuan pemrosesan informasi. Model
kedua yang dapat digunakan untuk menjelaskan teori pemrosesan informasi adalah
model tingkat pemrosesan (level of process-ing). Model tingkat pemrosesan yang
dikembangkan oleh Craik dan Lockhart ini memiliki prinsip dasar bahwa informasi
yang diterima diolah dengan tingkatan yang berbeda. Semakin dalam pengolahan
yang dilakukan, semakin baik informasi tersebut diingat. Pada tingkat
pengolahan pertama akan diperoleh persepsi, yang merupakan kesadaran seketika
akan lingkungan. Pada tingkat pengolahan berikutnya akan diperoleh gambaran
laborativ dari informasi. Pada tingkat pengolahan terdalam akan diperoleh makna
(meaning) dari informasi yang diterima (Craik dan Lockhart, dalam Morgan et
al., 1986).
Menurut model tingkat pemrosesan,
berbagai stimulus informasi diproses dalam berbagai tingkat kedalaman secara
bersamaan bergantung kepada karakternya. Semakin dalam suatu informasi diolah,
maka informasi tersebut akan semakin lama diingat. Sebagai contoh, informasi
yang mempunyai imaji visual yang kuat atau banyak berasosiasi dengan
pengetahuan yang telah ada akan diproses secara lebih dalam. Demikian juga
informasi yang sedang diamati akan lebih dalam diproses daripada stimuli atau
kejadian lain di luar pengamatan. Dengan kata lain, manusia akan lebih
mengingat hal-hal yang mempunyai arti bagi dirinya atau hal-hal yang menjadi perhatiannya
karena hal-hal tersebut diproses secara lebih mendalam daripada stimuli yang
tidak mempunyai arti atau tidak menjadi perhatiannya (Craik & Lockhart,
2002).
Pengulangan (rehearsal) yang
memegang peranan penting dalam pendekatan model penyimpanan juga dianggap
penting dalam pendekatan model tingkat pemrosesan. Namun, menurut pandangan
model tingkat pemrosesan, hanya mengulang-ngulang saja tidak cukup untuk
mengingat. Untuk memperoleh tingkatan yang lebih dalam, aktivitas pengulangan
haruslah bersifat laborative. Dalam hal ini, pengulangan harus merupakan sebuah
proses pemberian makna meaning) dari informasi yang masuk. Istilah elaborasi
sendiri mengacu kepada sejauh mana informasi yang masuk diolah sehingga dapat
diikat atau diintegrasikan dengan informasi yang telah ada dalam ingatan (Craik
dan Lockhart, dalam Morgan et al., 1986).
Telah disebutkan bahwa prinsip dasar
model tingkat pemrosesan informasi adalah semakin besar upaya pemrosesan
informasi selama belajar, semakin dalam informasi tersebut akan disimpan dan
diingat. Prinsip ini telah banyak diaplikasikan dalam penyusunan setting
pengajaran verbal, seperti mengingat daftar kata, juga pengajaran membaca dan
bahasa (Cermak & Craik, dalam Craik & Lockhart, 2002).
2.4 Manfaat dan Hambatan Teori Pemrosesan Informasi
2.4.1 Manfaat
teori pemrosesan informasi antara lain:
1.
Membantu terjadinya proses pembelajaran sehungga
individu mampu beradaptasi pada lingkungan yang selalu berubah
2.
Menjadikan strategi pembelajaran dengan menggunakan
cara berpikir yang berorientasi pada proses lebih menonjol
3.
Kapasilitas belajar dapat disajikan secara lengkap
4.
Prinsip perbedaan individual terlayani.
2.4.2
Hambatan teori pemrosesan informasi
antara lain:
1.
Tidak semua individu mampu melatih memori secara maksimal
2.
Proses internal yang tidak dapat diamati secara
langsung
3.
Tingkat kesulitan mengungkap kembali
informasi-informsi yang telah disimpan dalam ingatan
4.
Kemampuan otak tiap individu tidak sama.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dilihat dari pembahasan di atas,
maka dapat ditarik kesimpulan:
1. Teori
pemrosesan informasi adalah teori kognitif tentang belajar yang menjelaskan
pemrosesan, penyimpanan, dan pemanggilan kembali pengetahuan dari otak.
2. Menurut
Gagne, dalam
pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal
dan kondisi-kondisi eksternal individu untuk
kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar.
3. Ada beberapa
model yang digunakan untuk menjelaskan proses mengetahui pada manusia, yaitu
model penyimpanan dan model tingkat pemrosesan.
4. Manfaat
teori pemrosesan informasi antara lain:
1)
Membantu terjadinya proses pembelajaran sehungga
individu mampu beradaptasi pada lingkungan yang selalu berubah
2)
Menjadikan strategi pembelajaran dengan menggunakan
cara berpikir yang berorientasi pada proses lebih menonjol
3)
Kapasilitas belajar dapat disajikan secara lengkap
4)
Prinsip perbedaan individual terlayani.
Hambatan teori pemrosesan informasi
antara lain:
1)
Tidak semua individu mampu melatih memori secara
maksimal
2)
Proses internal yang tidak dapat diamati secara
langsung
3)
Tingkat kesulitan mengungkap kembali
informasi-informsi yang telah disimpan dalam ingatan
4)
Kemampuan otak tiap individu tidak sama.
3.2 Saran
Sebagai
ilmuan pada umumnya dan pendidik pada khususnya harus memahami dan menerapkan
teori pemrosesan informasi dalam pembelajaran, guna membantu dalam pemecahan
masalah. Demikian makalah ini kami buat berdasarkan buku pedoman, dan apabila
dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan, untuk itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Budiningsih,
Asri. 2004, Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Bambang Warsita. 2008. Teori Belajar Robert M. Gagne dan Implikasinya Pada Pentingnya Pusat Sumber
Belajar. Jakarta: Erlangga
Craik, F. I.
M., Lockhart. R. S. 2002. Levels of
Processing. New York: Cyber Pasific
Hetherington, E. Mavis. Parke,
Ross D. 1986. Child Psychology: A
Contemporary Viewpoint. Singapore: McGraw-Hill, Inc
Slavin, R.E. 2000. Educational Psychology, Theory and Practice.
United State of America: Allyn &
Bacon
Lusiana. 1992. Pengaruh Interaktif antara Penggunaan
Strategi Penataan Isi Mata Kuliah dan Gaya
Kognitif Mahasiswa terhadap Perolehan Belajar. Malang: PPS IKIPMalang
Miller, P. H. 1993. Theories of Developmental Psychology (3rd Ed.). New York: W. H.
Freeman & Co.
Morgan, C. T., dkk. 1986. Introduction to Psychology (7th Ed). Singapore: McGraw- Hill Book Company
Pressley, M. 1990. Cognitive
Strategy Instruction that Really Improves Children’s Academic Performance. Cambridge, MA: Bookline Books
Suciati. Irawan. 2001. Teori
Belajar dan Motiva., Jakarta: Depdiknas,
Ditjen PT. PAUUT
Vasta, dkk. 1992. Child
Psychology: The Modern Science. New York: John Wiley & Sons