Blogger Widgets TEORI BEHAVIORISTIK | RINI .alert { background: #DDE4FF; text-align: left; padding: 5px 5px 5px 5px; border-top: 1px dotted #223344;border-bottom: 1px dotted #223344;border-left: 1px dotted #223344;border-right: 1px dotted #223344;}

My Facebook

Facebook
Diberdayakan oleh Blogger.

Jumat, 23 Mei 2014

TEORI BEHAVIORISTIK


TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK




I.          PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Belajar merupakan proses bagi manusia untuk menguasai berbagai kompetensi, keterampilan dan sikap.
Proses belajar dimulai sejak manusia masih bayi sampai sepanjang hayatnya. Kapasitas manusia untuk belajar merupakan karakteristik penting yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Kajian tentang kapasitas manusia untuk belajar, terutama tentang bagaimana proses belajar terjadi pada manusia mempunyai sejarah panjang dan telah menghasilkan beragam teori. Salah satu teori belajar yang terkenal adalah teori belajar behavioristik (sering diterjemahkan secara bebas sebagai teori perilaku atau teori tingkah laku).
Dalam makalah ini, akan dikaji teori belajar behavioristik berdasar prinsip-prinsip yang terkandung dalam teori belajar behavioristik. Diharapkan, makalah ini dapat dijadikan panduan dalam penerapan prinsip-prinsip teori belajar behavioristik dalam pembelajaran. Secara khusus, makalah ini memberikan contoh pandangan teori belajar behavioristik terhadap unsur-unsur proses belajar, dan merancang proses pembelajaran yang didasarkan pada teori belajar behavioristik.
Teori belajar behavioristik merupakan teori belajar yang paling awal dikenal dan masih terus berkembang sampai sekarang. Pemahaman yang baik tentang teori belajar behavioristik akan dapat membantu anda untuk merancang dan melaksanakan pembelajaran secara lebih sistematis dan ilmiah berlandaskan kaidah ilmu, yaitu teori belajar behavioristik.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka fokus permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
a.       Apakah yang dimaksud dengan teori belajar behavioristik?
b.      Apa sajakah prinsip-prinsip teori belajar behavioristik?
c.       Bagaimanakah penerapan teori belajar behavioristik dalam kegiatan instruksional?
d.      Apakah tujuan pembelajaran Behavioristik?


II.       PEMBAHASAN
Teori belajar behavioristik lahir sebagai upaya untuk menyempurnakan dua perspektif yang telah berlaku di awal abad 20, yaitu perspektif strukturalis dari Wundt dan psikologi fungsionalis dari Dewey.
Perspektif strukturalis percaya akan perlunya penelitian dasar yang mempelajari tentang otak manusia, dengan menggunakan alat “instropeksi” – laporan diri tentang proses berpikir sebagai cara untuk mempelajari otak. Namun alat tersebut menuai banyak kritik dari banyak pihak karena menghasilkan data dan informasi yang sama sekali tidak konsisten sehingga tidak dapat dipercaya.
Sedangkan psikologi fungsionalis menyatakan perlu adanya kajian tentang perilaku, selain kajian tentang fungsi proses mental. Namun demikian justru dengan keluasannya ini,, psikologi fungsionalis dirasakan menjadi kurang fokus dan tidak terorganisasi dengan baik.
Berangkat dari keterbatasan perspektif strukturalis dan psikologi fungsionalis, John B. Watson memulai upayanya untuk mengkaji perilaku, terlepas dari proses mental dan lain-lain. Watson percaya bahwa, semua makhluk hidup menyesuaikan diri terhadap lingkungannya melalui respon. Asumsi inilah yang menjadi landasan dasar dari teori behaviorisme dengan baik.

2.1  Pengertian Teori Belajar Behavioristik
Ada beberapa pengertian teori belajar  yang diungkapkan oleh tokoh aliran teori belajar behavioristik.
a.       Teori Belajar Menurut Thorndike
Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Teori  Thorndike ini disebut pula dengan teori koneksionisme.
Thorndike mengemukakan 3 hukum tentang belajar, yaitu (1) hukum efek; (2) hukum latihan dan (3) hukum kesiapan.

b.      Teori Belajar Menurut Watson
Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati
c.       Teori Belajar Menurut Pavlov
Belajar menurut Pavlov adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat yang menimbulkan reaksi. Yang terpenting dalam belajar menurut Pavlov adalah adanya latihan dan pengulangan.
Setiap teori belajar behavioristik mempunyai kekhususan masing-masing, yang sesungguhnya saling melengkapi satu sama lain. Namun demikian, secara umum semua teori-teori tersebut mempunyai premis dasar yang sama. Teori belajar behavioristik mendefinisikan bahwa belajar merupakan perunahan perilaku, khususnya perubahan kapasitas siswa untuk berperilaku (yang baru) sesuai hasil belajar, bukan sebagai hasil proses pematangan (atau pendewasaan) semata. Menurut teori belajar behavioristik, perubahan perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh lingkungan yang akan memberikan beragam pengalaman kepada seseorang. Lingkungan merupakan stimulus yang dapat mempengaruhi dan atau mengubah kapasitas untuk merespon.
Menurut teori belajar behavioristik, belajar merupakan perubahan tingkah laku hasil interaksi antara stimulus dan respon yaitu proses manusia untuk memberikan respon tertentu berdasarkan stimulus yang datang dari luar.
Teori belajar behavioristik sangat menekankan pada hasil belajar yaitu perubahan tingkah laku yang dapat dilihat, dan tidak begitu memperhatikan apa yang terjadi di dalam otak manusia karena hal tersebut tidak dapat dilihat. Seseorang dianggap sudah belajar sesuatu apabila ia mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Misalnya seorang siswa belum bisa membaca. Maka, betapapun ia keras belajar atau bahkan ia sudah hafal huruf dari A sampai Z di luar kepala, namun bila siswa itu gagal mendemonstrasikan kemampuannya dalam membaca, maka siswa itu belum bisa dianggap telah belajar. Ia dianggap telah belajar bila ia telah menunjukkan suatu perubahan dalam tingkah laku (dari tidak dapat membaca menjadi dapat membaca).
Menurut teori ini yang terpenting adalah masukan/input yang berupa stimulus. Stimulus dapat dimanipulasi untuk memperoleh hasil belajar yang diinginkan. Stimulus meliputi segala sesuatu yang dapat dilihat, didengar, dicium, dirasakan, dan diraba oleh seseorang. Sedangkan apa yang terjadi diantara stimulus dan respons dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak bisa diamati. Yang bisa diamati hanyalah stimulus dan respons. Stimulus adalah apa saja yang diberiakn guru kepada siswa tersebut dalam rangka membantu siswa itu untuk belajar. Misalnya dalam kegiatan belajar membaca, stimulus mungkin berupa rangkaian alfabet, beberapa kalimat atau sebuah bacaan. Sedangkan respon adalah reaksi siswa terhadap stimulus yang diberikan gurunya. Menurut teori behaviorisme, apa yang diberikan guru (stimulus) dan apa saja yang dihasilkan siswa (respons), semuanya harus dapat diamati, diukur, dan tidak boleh hanya implisit (tersirat).
Selain manipulasi stimulus, ada faktor penting lain yang sangat berpengaruh, yaitu faktor penguatan. Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Penguatan dapat ditambah (positive reinforcement) dan dikurangi (negative reinforcement) untuk memperoleh respon yang semakin kuat ataupun semakin lemah. Misalnya, bila seorang anak bertambah giat belajar bila uang sakunya ditambah, maka penambahan uang saku ini disebut sebagai positive reinforcement. Sebaliknya, bila uang saku anak itu dikurangi, dan pengurangan ini malah membuat anak semakin giat belajar, maka pengurangan uang saku disebut negative reinforcement.
Proses Belajar Mengajar atau hubungan stimulus dan respons, yaitu:


Prinsip-prinsip teori behaviorisme :
a.       Obyek psikologi adalah tingkah laku
b.      Semua bentuk tingkah laku di kembalikan pada reflek
c.       Mementingkan pembentukan kebiasaan.
Untuk mempermudah mengenal teori belajar behavioristik dapat dipergunakan ciri-cirinya yakni:
a.       Mementingkan pengaruh lingkungan (environmentalistis).
b.      Mementingkan bagian-bagian (elentaristis).
c.       Mementingkan peranan reaksi (respon).
d.      Mementingkan mekanisme terbentuknya hasil belajar.
e.       Mementingkan hubungan sebab akibat pada waktu yang lalu.
f.       Mementingkan pembentukan kebiasaan.
g.      Ciri khusus dalam pemecahan masalah dengan “mencoba dan gagal” atau trial and eror.

2.2  Aplikasi Dalam Kegiatan Instruksional
Aplikasi teori belajar behavioristik dalam kegiatan instruksional atau pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik Pembelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pembelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Pembelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Metode behaviorisme ini sangat cocok untuk perolehan kemampaun yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti : Kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan dan sebagainya, contohnya: percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan komputer, berenang, olahraga dan sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
Secara umum, aplikasi teori behavioristik biasanya meliputi beberapa langkah berikut ini:
a.       Menentukan tujuan-tujuan instruksional.
b.      Menganalisis lingkungan kelas yang ada saat ini termasuk mengidentifikasi pengetahuan awal mahasiswa.
c.       Menentukan materi pelajaran ( pokok bahasan, topik dan sebagainya).
d.      Memecah materi pelajaran menjadi bagian kecil-kecil (sub pokok bahasan, sub topik, dan sebagainya).
e.       Menyajikan materi pelajaran.
f.       Memberikan stimulus yang mungkin berupa:
§      Pertanyaan (lisan dan tulisan),
§      Tes,
§      Latihan,
§      Tugas-tugas.
g.      Mengamati dan mengkaji respon yang diberikan.
h.      Memberikan penguatan.
i.        Memberikan stimulus baru.
j.        Mengamati dan mengkaji respon yang diberikan (mengevaluasi hasil belajar).
k.      Memberikan penguatan.
l.        Dst.

2.3  Implikasi Teori Belajar Behavioristik
Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pembelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pembelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka pembelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Pembelajar atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri pembelajar.

2.4  Tujuan Pembelajaran Behavioristik
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut pembelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada keterampilan yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila pembelajar menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa pembelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan pembelajar secara individual.

2.5  Kritik Terhadap Teori Belajar Behavioristik
Teori ini sering dikritik karena tidak mampu menjelaskan proses belajar yang kompleks. Misalnya, banyak kasus belajar terjadi, dimana sebuah (atau beberapa) stimulus yang diterima oleh mahasiswa ternyata mampu mendorong mahasiswa menghasilkan beberapa respons sekaligus, yang kadangkala beberapa respon diantaranya tidak berhubungan langsung dengan stimulus tadi. Teori behavioristik tidak menjelaskan bagaimana “multi stimulus” dan ”multi respons” ini dapat terjadi.
Asumsi pokok teori behavioristik yaitu, bahwasanya semua hasil belajar yang berupa perubahan tingkah laku yang dapat diamati, juga dianggap terlalu menyederhanakan masalah belajar yang sesungguhnya. Tidak semua hasil belajar dapat diamati dan diukur, paling tidak dalam tempo yang seketika. Misalnya seorang mahasiswa yang memahami betapa pentingnya arti “bela negara”, setelah ia mengikuti kuliah kewiraan. Pertanyaannya, apakah kita patut menyimpulkan bahwa mahasiswa tersebut tidak belajar apa-apa karena ia tidak dapat menunjukkan bukti-bukti (respons) konkrit dari arti “bela negara” itu dalam bentuk perbuatan nyata yang dapat diamati dan diukur? Sebaliknya, apakah kita dapat menyimpulkan bahwa mahasiswa telah belajar dengan baik hanya karena ia mendapat