Blogger Widgets TEORI BELAJAR KOGNITIF | RINI .alert { background: #DDE4FF; text-align: left; padding: 5px 5px 5px 5px; border-top: 1px dotted #223344;border-bottom: 1px dotted #223344;border-left: 1px dotted #223344;border-right: 1px dotted #223344;}

My Facebook

Facebook
Diberdayakan oleh Blogger.

Jumat, 23 Mei 2014

TEORI BELAJAR KOGNITIF



TEORI BELAJAR KOGNITIF
 

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Istilah "Cognitive" berasal dari kata cognition artinya adalah pengertian, mengerti. Pengertian yang luasnya cognition (kognisi) adalah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan. Dalam pekembangan selanjutnya, kemudian istilah kognitif ini menjadi populer sebagai salah satu wilayah psikologi manusia / satu konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan masalah pemahaman, memperhatikan, memberikan, menyangka, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, pertimbangan, membayangkan, memperkirakan, berpikir dan keyakinan. Termasuk kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan rasa. Menurut para ahli jiwa aliran kognitifis, tingkah laku seseorang itu senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi.
Teori kognitif mencermati hal-hal dibalik perilaku untuk menjelaskan pembelajaran berbasisi otak (brain-based learning). Teori pembelajaran kognitif lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar. Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, emosi dan aspek kejiwaan lainnya. Belajar merupakan aktivitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.2.1        Bagaimana teori belajar kognitif?
1.2.2        Siapa sajakah tokoh yang mengembangkan teori belajar kognitif?
1.2.3        Apa saja  macam – macam teori belajar kognitif?
1.2.4        Bagaimana prinsip – prinsip teori belajar kognitif?
1.2.5        Bagaimana aplikasi teori belajar kognitif dalam proses pembelajaran?





1.3  Tujuan Masalah
Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan permasalahan sebagai berikut: 
1.3.1        Untuk mengetahui teori belajar kognitif
1.3.2        Untuk mengetahui tokoh-tokoh teori belajar kognitif
1.3.3        Untuk mengetahui macam-macam teori belajar kognitif
1.3.4        Untuk mengetahui prinsip-prinsip teori belajar kognitif.

1.4  Manfaat Penulisan
Makalah ini mempunyai beberapa manfaat yang penting diantaranya:
1.4.1        Sebagai sarana untuk menambah wawasan tentang teori belajar kognitif
1.4.2        Memberikan suatu trik agar para pelajar lebih mudah untuk belajar dengan kognitif
1.4.3        Agar para mahasiswa khususnya mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, dan dapat dengan mudah menerapkan belajar kognitif.



















BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Teori Belajar Kognitif
Teori kognitif diawali oleh perkembangan psikologi gestalt yang dipelopori oleh Marx Wertheimer. Sesungguhnya kognitivisme lahir merupakan respon terhadap behaviorisme, diawali oleh publikasi pada tahun 1929noleh Bode, seorang ahli psikologi gestalt. Pandangan gestalt tentang belajar dinyatakan dalam konsep pembelajaran yang disebut teori kognitif.
Dua kunci pendekatan kognitif adalah:
1.      Bahwa sistem ingatan adalah suatu prosesor informasi yang aktif dan terorganisasi.
2.      Bahwa pengetahuan awal memerankan peranan penting dalam pembelajaran.
Teori kognitif mencermati hal-hal dibalik perilaku untuk menjelaskan pembelajaran berbasisi otak (brain-based learning). Teori pembelajaran kognitif lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar. Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, emosi dan aspek kejiwaan lainnya. Belajar merupakan aktivitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat komples (Budiningsih, 2005 : 34).
Istilah kognitif (cognitive) berasal dari kata cognition yang padanan katanya knowing, artinya mengetahui. Dalam arti luas cognition (kognisi) ialah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan.
    Dalam perkembangan Istilah kognitif menjadi populer sebagai salah satu domain atau ranah psikologis manusia yang meliputi setiap prilaku mental dan berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan, pengolahan informasi, dengan pemecahan masalah, kesenjangan, dan keyakinan. Ranah kejiwaan yang terpusat di otak berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan ranah rasa.


   2.2 Tokoh-tokoh Pengembang Teori Belajar Kognitif
Tokoh-tokoh teori belajar kognitif antara lain:

1.      Jean Piaget
Menurut Jean Piaget, bahwa proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yaitu :
a.   Asimilasi yaitu proses penyatuan (pengintegrasian) informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak siswa. Contoh, bagi siswa yang sudah mengetahui prinsip penjumlahan, jika gurunya memperkenalkan prinsip perkalian, maka proses pengintegrasian antara prinsip penjumlahan (yang sudah ada dalam benak siswa), dengan prinsip perkalian (sebagai informasi baru) itu yang disebut asimilasi.
b.   Akomodasi yaitu penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Contoh, jika siswa diberi soal perkalian, maka berarti pemakaian (aplikasi) prinsip perkalian tersebut dalam situasi yang baru dan spesifik itu yang disebut akomodasi.
c.   Equilibrasi (penyeimbangan) yaitu penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Contoh, agar siswa tersebut dapat terus berkembang dan menambah ilmunya, maka yang bersangkutan menjaga stabilitas mental dalam dirinya yang memerlukan proses penyeimbangan antara “dunia dalam” dan “dunia luar”.
Secara garis besar skema yang digunakan anak untuk memahami dunianya dibagi dalam empat tahapan menurut Piaget, sebagai berikut:
1.      Tahap sensorik motorik (berlangsung sejak lahir sampai sekitar usia 2 tahun).
Dalam dua tahun pertama kehidupannya, bayi dapat memahamilingkungannya dengan jalan melihat, meraba, dan lain-lain. Dengan kata lain mereka mengandalakan kemampuan sensorik dan motoriknya.
2.      Tahap pra-operasional (sekitar usia 2-7 tahun).
Saat ini kecenderungan anak untuk selalu mengandalkan dirinyapada persepsinya tentanf realitas sangatlah menonjol. Denagn adanya perkembangan bahasa dan ingatan, anak pun mampu mengingat banyak hal tentang lingkungannya.
3.      Tahap operasional konkret (sekitar 7-11 tahun).
Pada kurun waktu ini pikiran logis anak mulai berkembang. Anak yang sudah mampu berpikir secara operasi konkret, juga sudah menguasai pembelajaran penting.
4.      Tahap operasional formal (sekitar usia 11 tahun dan seterusnya).
Sejak tahap ini anak sudah mampu berpikir abstrak, yaitu berrpikir mengenai ide.
Jadi, secara umum, semakin tinggi tingkat kognitif seseorang, semakin teraturdan juga semakin abstrak cara berpikirnya.
Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.

2.      David Ausubel
Menurut Ausubel, siswa akan belajar dengan baik jika “pengatur kemajuan (belajar)” didefinisikan dan dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa. Pengatur kemajuan belajar adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi (mencakup) semua isi pelajaran yang akan diajarkan kepada siswa. David Ausubel merupakan salah satu tokoh ahli psikologi kognitif yang berpendapat bahwa keberhasilan belajar siswa sangat ditentukan oleh kebermaknaan bahan ajar yang dipelajari. Ausubel menggunakan istilah “pengatur lanjut” (advance organizers) dalam penyajian informasi yang dipelajari peserta didik agar belajar menjadi bermakna. Selanjutnya dikatakan bahwa “pengatur lanjut” itu terdiri dari bahan verbal di satu pihak, sebagian lagi merupakan sesuatu yang sudah diketahui peserta didik di pihak lain. Dengan demikian kunci keberhasilan belajar terletak pada kebermaknaan bahan ajar yang diterima atau yang dipelajari oleh siswa.. Ausubel tidak setuju dengan pendapat bahwa kegiatan belajar penemuan lebih bermakna dari pada kegiatan belajar. Dengan ceramahpun asalkan informasinya bermakna bagi peserta didik, apalagi penyajiannya sistimatis akan diperoleh hasil belajar yang baik pula. Ausubel mengidentifikasikan empat kemungkinan tipe belajar, yaitu:
a.       Belajar dengan penemuan yang bermakna.
b.      Belajar dengan ceramah yang bermakna.
c.       Belajar dengan penemuan yang tidak bermakna.
d.      Belajar dengan ceramah yang tidak bermakna.

Dia berpendapat bahwa menghafal berlawanan dengan bermakna, karena belajar dengan menghafal, peserta didik tidak dapat mengaitkan informasi yang diperoleh itu dengan pengetahuan yang telah dimilikinya. Dengan demikian bahwa belajar itu akan lebih berhasil jika materi yang dipelajari bermakna.
3.      Jerome S. Bruner
Menurut Bruner, pembelajaran hendaknya dapat menciptakan situasi agar mahasiswa dapat belajar dari diri sendiri melalui pengalaman dan eksperimen untuk menemukan pengetahuan dan kemampuan baru yang khas baginya. Dari sudut pandang psikologi kognitif, bahwa cara yang dipandang efektif untuk meningkatkan kualitas output pendidikan adalah pengembangan program-program pembelajaran yang dapat mengoptimalkan keterlibatan mental intelektual pembelajar pada setiap jenjang belajar. Sebagaimana direkomendasikan Merril, yaitu jenjang yang bergerak dari tahapan mengingat, dilanjutkan ke menerapkan, sampai pada tahap penemuan konsep, prosedur atau prinsip baru di bidang disiplin keilmuan atau keahlian yang sedang dipelajari.
Menurut Bruner seiring dengan terjadinya pertunbuhan kognitif, para pembelajar hars melalui tiga tahapan pembelajaran, yaitu:
1.      Enaktif, seseorang belajar tentang dunia melalui respon atau aksi-aksi terhadap uatu obkek.
2.      Ikonik, pembelajaran terjadi melalui penggunaan atau model-model, dan tidak lagi memerlukan manipulasi objek-objek pembelajaran secara langsung.
3.      simbolik, siswa sudah mampu menggambarkan kapasitas berpikir yang abstrak.
Dalam teori belajar, Jerome Bruner berpendapat bahwa kegiatan belajar akan berjalan baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau kesimpulan tertentu. Dalam hal ini Bruner membedakan menjadi tiga proses belajar.
Ketiga proses belajar itu adalah:
1.      Fase informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru.
2.      Fase transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan baru serta mentransformasikan dalam bentuk baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain.
3.      Fase penilaian materi, yaitu untuk mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau tidak. Bruner mempermasalahkan seberapa banyak informasi itu diperlukan agar dapat ditransformasikan.
Tujuan pokok pendidikan menurut Bruner bahwa guru harus memandupara siswanya, sehingga mereka dapat membangun basis pengetahuannya sendiri dan bukan karena diajari melalui memorisasi hafalan.


4.      Mex Wertheimenr
Psikologi mulai berkembang dengan lahirnya teori belajar Gestalt. Peletak dasar pisiologi Gestalt adalah Mex Wertheimenr tahun1880-1943 yang meneliti tentang pengamatan dalam problem solving. Dari pengamatannya ia sangat menyesalkan penggunaan metode menghafal disekolah dan menghendaki agar murid belajar dengan pengertian bukan hafalan akademis (dalam Riyanto,2002).
Gestalt dalam bahasa Jerman, berarti “Whole Configuration” atau bentuk yang utuh, pola, kesatuan, dan keseluruhan lebih dari bagian-bagian. Dalam belajar, siswa harus mampu menangkap makna dari hubungan antara bagian yang satu dengan bagian Yanng lainnya. Pemaknaan makna dari hubungan inilah yang disebut memahami, mengerti atau insight. Menurut pandangan Gestalt, semua kegiatan belajar menggunakan insight atau pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan, terutama hubungan antara bagian dan keseluruhan. Suatu konsep yang terpenting dalam teori Gestalt adalah tentang pengamatan dan pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan antara bagian-bagian dalam suatu situasi permasalahan. Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan teori Gestalt guru tidak memberikan potongan-potongan atau bagian-bagian bahan ajaran, tetapi selalu satu kesatuan yang utuh.Guru memberikan suatu kesatuan situasi atau bahan yang mengandung persoalan-persoalan, dimana anak harus berusaha menemukan hubungan antar bagian.
Menurut teori Gestalt ini pengamatan manusia pada awalnya bersifat global terhadap objek-objek yang dilihat, karena itu belajar harus dimulai dari keseluruhan, baru kemudian berproses kepada bagian-bagian. Pengamatan artinya proses menerima, menafsirkan dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indra-indra seperti mata dan telinga.

5.      Kohler
Teori yang disampaikan oleh Kohler berdasarkan pada penelitiannya pada seekor monyetnya dipulau Cannary yang dikembangkan dari teori Gestalt. Kohler menyatakan bahwa belajar adalah serta mencapainya, hasil adalah proses yang didasarkan ada insight.

6.      Kurt Lewin
Kurt Lewin, mengembangkan suatu teori belajar Conitive-Field dengan menaruh perhatian kepada kepribadian dan pisikologi sosial. Menurut Lewin, belajar berlangsung sebagai akibat dari perubahan dalam struktur kognitif. Lewin berpendapat bahwa tingkah laku merupakan hasil interaksi antar kekuatan baik yang berasal dari individu seperti tujuan, kebutuhan tekanan kejiwaan maupun yang berasal dari luar individu seperti tantangan dan permasalahan.

2.3  Macam-macam Teori Kognitif
Yang termasuk teori belajar kognitif adalah:
2.3.1 Teori Belajar Pengolahan Informasi    
    Gambar tersebut menunjukkan titik awal dan akhir dari peristiwa pengolahan informasi. Garis putus-putus menunjukkan batas antara kognitif internal dan dunia eksternal. Dalam model tersebut tampak bahwa stimulus fisik seperti cahaya, panas, tekanan udara, ataupun suara ditangkap oleh seseorang dan disimpan secara cepat di dalam sistem penampungan penginderaan jangka pendek. Apabila informasi itu diperhatikan, maka informasi itu disampaikan ke memori jangka pendek dan sistem penampungan memori kerja. Apabila informasi di dalam kedua penampungan tersebut diulang-ulang atau disandikan, maka dapat dimasukkan ke dalam memori jangka panjang.
    Kebanyakan, peristiwa lupa terjadi karena informasi di dalam memori jangka pendek tidak pernah ditransfer ke memori jangka panjang. Tapi bisa juga terjadi karena seseorang kehilangan kemampuannya dalam mengingat informasi yang telah ada di dalam  memori jangka panjang. Bisa juga karena interferensi, yaitu terjadi apabila informasi bercampur dengan atau tergeser oleh informasi lain.
Ada 2 bentuk pelancaran dalam membangkitkan ingatan, yaitu:
1.      Pelancaran proaktif, yaitu seseorang mengingat informasi sebelumnya apabila informasi  yang baru dipelajari memiliki karakter yang sama.
2.      Pelancaran retroaktif, yaitu seseorang mempelajari informasi baru akan memantapkan ingatan informasi yang telah dipelajari.
2.3.2. Teori Belajar Kontruktivisme
Teori belajar Kontruktivisme memandang bahwa:
1.      Belajar berarti mengkontruksikan makna atas informasi dari masukan yang masuk ke dalam otak.
2.      Peserta didik harus menemukan dan mentransformasikan informasi kompleks ke dalam dirinya sendiri.
3.      Peserta didik harus menemukan dan mentransformasikan informasi kompleks ke dalam dirinya sendiri.
4.      Peserta didik mengkontruksikan pengetahuannya sendiri melalui interaksi dengan lingkungannya.
    Teori Kontruktivisme menetapkan 4 asumsi tentang belajar, yaitu:
a.   Pengetahuan secara fisik dikonstruksikan oleh peserta didik yang terlibat dalam belajar aktif.
b.  Pengetahuan secara simbolik dikonstruksikan oleh peserta didik yang membuat representasi atas kegiatannya sendiri.
c.   Pengetahuan secara sosial dikonstruksikan oleh peserta didik yang menyampaikan maknanya kepada orang lain
d.  Pengetahuan secara teoritik dikonstruksikan oleh peserta didik yang mencoba menjelaskan obyek yang tidak benar-benar dipahaminya.

2.4  Prinsip-prinsip Teori Belajar Kognitif
            Teori belajar kognitif menjelaskan belajar dengan memfokuskan pada perubahan proses mental dan struktur yang terjadi sebagai hasil dari upaya untuk memahami dunia. teori belajar kognitif yang digunakan untuk menjelaskan tugas-tugas yang sederhana seperti mengingat nomor telepon dan kompleks seperti pemecahan masalah yang tidak jelas.

Teori belajar kognitif didasarkan pada empat prinsip dasar:
  1. Pembelajar aktif dalam upaya untuk memahami pengalaman.
  2. Pemahaman bahwa pelajar mengembangkan tergantung pada apa yang telah mereka ketahui.
  3. Belajar membangun pemahaman dari pada catatan.
  4. Belajar adalah perubahan dalam struktur mental seseorang.
    Teori belajar kognitif memandang belajar sebagai proses pemfungsian unsur-unsur kognisi, terutama unsur pikiran, untuk dapat mengenal dan memahami stimulus yang datang dari luar. Aktivitas belajar pada diri manusia ditekankan pada proses internal berfikir, yakni proses pengolahan informasi.
2.5  Aplikasi Teori Belajar Kognitif dalam Proses Pembelajaran
Adapun aplikasi Teori Kognitivisme dalam dunia pendidikan yang lebih dispesifikasikan dalam Pembelajaran sesuai dengan Teori yang telah dikemukan diatas sebagai berikut:
·         Aplikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak; Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya; Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing; Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.
·         Aplikasi Teori Bruner dalam Proses Pembelajaran :
Menghadapkan anak pada suatu situasi yang membingungkan atau suatu masalah; anak akan berusaha membandingkan realita di luar dirinya dengan model mental yang telah dimilikinya; dan dengan pengalamannya anak akan mencoba menyesuaikan atau mengorganisasikan kembali struktur-struktur idenya dalam rangka untuk mencapai keseimbangan di dadalam benaknya.







BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Istilah kognitif (cognitive) berasal dari kata cognition yang padanan katanya knowing, artinya mengetahui. Dalam arti luas cognition (kognisi) ialah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan. Teori kognitif mencermati hal-hal dibalik perilaku untuk menjelaskan pembelajaran berbasisi otak (brain-based learning). Teori pembelajaran kognitif lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar.
Adapun teori yang tekenal antara lain:
a.       Jean Piaget
b.      David Ausubel
c.       Jerome S. Bruner
d.      Mex Wertheimenr
e.       Kohler
f.       Kurt Lewin                
Macam-macam teori kognitif ada dua, yaitu teori belajar pengolahan informasi dan teori belajar kontruktivisme. Prinsip-prinsip teori belajar kognitif antara lain: Pembelajar aktif dalam upaya untuk memahami pengalaman, pemahaman bahwa pelajar mengembangkan tergantung pada apa yang telah mereka ketahui, belajar membangun pemahaman dari pada catatan, belajar adalah perubahan dalam struktur mental seseorang.