Blogger Widgets Manusia dan Peradaban | RINI .alert { background: #DDE4FF; text-align: left; padding: 5px 5px 5px 5px; border-top: 1px dotted #223344;border-bottom: 1px dotted #223344;border-left: 1px dotted #223344;border-right: 1px dotted #223344;}

My Facebook

Facebook
Diberdayakan oleh Blogger.

Rabu, 05 Maret 2014

Manusia dan Peradaban



MATERI ISBD
BAB III

Manusia dan Peradaban


1. Pengertian Adab dan Peradaban.
            Para ilmuwan memiliki banyak konsep atau pengertian mengenai adab dan peradaban. Namun ada beberapa konsep atau pengertian mengenai adab dan peradaban yang mungkin relevan dan dapat membantu mahasiswa di Indonesia agar dapat memahami konsep atau pengertian tersebut.
Adab berarti akhlak atau kesopanan dan kehalusan budi pekerti. Manusia beradab dengan demikian adalah manusia yang mempunyai akhlak mulia, yang memiliki kesopanan dan kehalusan budi pekerti. Sedangkan manusia yang tidak mempunyai akhlak mulia, yang tidak memiliki kesopanan dan tidak halus budi pekertinya, maka kita akan menyebut manusia tersebut biadab. Tetapi masalah yang muncul kemudian adalah, siapa yang memberikan ukuran manusia tersebut beradab atau biadab ?.
Norma menjadi suatu hal yang penting untuk dapat dijadikan sebagai konsep yang dapat mengukur bagi manusia yang mempunyai akhlak mulia, kesopanan dan budi pekerti atau manusia tersebut biadab. Norma adalah tingkah laku yang dianggap wajar, yang dapat diterima oleh orang ramai dan yang sekaligus tentu saja diharapkan dari kita oleh masyarakat. Hal ini sesuai dengan realita bahwa manusia memerlukan kesopanan, akhlak, dan kehalusan budi pekerti dalam melakukan kontak sosial dengan masyarakat luas.
            Dalam konteks peradaban Huntington mendefinisikan peradaban sebagai the highest social grouping of people and the broadest level of cultural identity people have short of that which distinguish humans from other species. Sedangkan Ibnu Khaldun (1332-1406 M), melihat peradaban sebagai organisasi sosial manusia, kelanjutan dari proses tamaddun (semacam urbanisasi), lewat ashabiyah (group feeling), dan merupakan keseluruhan kompleksitas produk pikiran kelompok manusia yang mengatasi negara, ras, suku, atau agama, yang membedakannya dari yang lain, tetapi tidak monolitik dengan sendirinya. Pendekatan terhadap peradaban bisa dilakukan dengan menggunakan organisasi sosial, kebudayaan, cara berkehidupan yang sudah maju, termasuk sistem IPTEK dan pemerintahannya.
Pengertian peradaban juga dikemukakan oleh Fairchild, yang menyatakan peradaban adalah perkembangan kebudayaan yang telah mencapai tingkat tertentu yang diperoleh manusia pendukungnya. Dan Koentjaraningrat, juga memberikan definisi peradaban untuk menyebut bagian dan unsur kebudayaan yang halus, maju, dan indah seperti misalnya kesenian, ilmu pengetahuan, adat sopan santun pergaulan, kepandaian menulis, organisasi kenegaraan, kebudayaan yang mempunyai sistem teknologi dan masyarakat kota yang maju dan kompleks.
Jika Huntington mendefinisikan peradaban (civilization) sebagai the highest social grouping of people and the broadest level of cultural identity people have short of that which distinguish humans from other species, dan Ibnu Khaldun (1332-1406 M) yang melihat peradaban (umran) sebagai organisasi sosial manusia, kelanjutan dari proses (semacam urbanisasi) lewat ashabiyah (group feeling), peradaban disini dapat didefinisikan sebagai keseluruhan kompleksitas produk pikiran kelompok manusia yang mengatasi negara, ras, suku, atau agama, yang membedakannya dari yang lain, tetapi tidak monolitik dengan sendirinya.
Salah satu ciri yang penting dalam definisi peradaban adalah berbudaya, yang dalam bahasa Inggris disebut cultured. Orang yang cultured adalah juga yang lettered (melek huruf) namun, pengertian lettered dalam hal ini tidak sekedar bisa membaca  dan menulis hal yang sederhana. Orang yang sekedar bisa membaca karangan yang sederhana dan memahami kesenian yang tidak kompleks misalnya, dianggap unlettered (tidak melek huruf). Akibatnya, pembaca sastra  dan peminat seni picisan misalnya, dianggap uncultered (tidak berbudaya). Orang yang cultured adalah yang mampu menghayati dan memahami, hasil kebudayaan adiluhung, yang hanya bisa didapatkan dengan pendidikan yang tinggi tarafnya. Orang yang cultured pergi menonton orkes simfoni, membaca buku-buku yang berisi pemikiran dan renungan yang rumit, dan berdiskusi mengenai berbagai perkara yang abstrak dan rumit. Dalam pengertian yang demikian itu, kebutuhan akan adab berarti kebutuhan untuk masuk ke dalam cara hidup yang mungkin oleh kebanyakan anggota masyarakat dianggap elit dan tidak egaliter

2. Wujud dan Perkembangan Peradaban.
     Wujud peradaban
1)      Moral
Berbicara soal moral berarti berbicara soal perbuatan manusia dan juga pemikiran dan pendirian mereka mengenai apa yang baik dan apa yang tidak baik, mengenai apa yang patut dan tidak patut untuk dilakukan. Karena norma moral merupakan standar prilaku yang disepakati, maka moral bisa dipakai untuk mengukur prilaku orang lain. Oleh karena itu, norma moral adalah tolok ukur yang dipakai masyarakat untuk mengukur kebaikan seseorang. Maka dengan norma moral kita betul-betul dinilai, apakah kita ini baik atau buruk, yang menjadi permasalahan bidang moral
2)      Norma
Kata norma sudah begitu memasyarakat dan bukan monopoli dunia moral. Kata ini telah lama digunakan dalam dunia meteologi, hukum, ekonomi, sosial dan budaya. Dalam pengertian dasariah, kata norma berarti pegangan atau pedoman, aturan, tolok ukur. Dalam dunia etika moral atau hukum, kata ini biasanya menyangkut orientasi tingkah laku dan tindakan manusia sesuai dengan takaran-takaran objektif. Kata ini bernada menuntut perbuatan baik.
3)      Etika
Adalah ilmu tentang kesusilaan yang menentukan bagimana sebaiknya manusia hidup dalam bermasyarakat, apa yang baik dan buruk. Etika hampir sama atau dekat dengan moral dalam arti pertama, etika adalah nilai-nilai dan norma-norma tentang apa yang baik dan yang buruk yang menjadi pegangan bagi seorang atau suatu kelompok dalam mengatur tinggkah lakunya. Arti kedua, Etika berarti juga kumpulan azas atau nilai moral atau kode etik. Arti ketiga, dalam kehidupan sosial terutama di Indonesia, etika lebih populer dengan sebutan etiket yang berarti sopan santun, lebih dikenal dengan istilah etiket, seperti etika makan, etika berbicara, berpakaian dan sebagainya.
4)      Estetika
Berhubungan dengan segala sesuatu yang tercakup dalam keindahan, mencakup kesatuan (unity), keselarasan (balance), dan kebalikan (contrast).
Ada perbedaan antara nilai dengan norma. Misalnya: mengenai keadilan putusan pengadilan ada yang secara hukum, dari tinjauan norma yang ada sudah benar. Namun bisa jadi putusan tersebut belum memenuhi rasa keadilan bagi para pihak, juga masyarakat. yang acuannya adalah nilai keadilan dari masyarakat itu sendiri.

3. Evolusi Budaya dan Tahapan Peradaban
Newel Le Roy Sims menyatakan : Civilization is the cultural development, the distinctly human attributes and attainments of a particular society. In ordinary usage, the term imolies a fairly high stage on the culture evolutionary scale. Reference is made to ‘civilized peoples’. More civilized usage would refer to more highly and less highly civilized peoples, the refer to more highly and less highly civilized peoples, the determinative characteristic being intellectual, aesthetic technological, and spiritual attainments.
Dari pernyataan Sims tersebut dapat dikatakan bahwa peradaban merupakan pengembangan budaya, atribut manusia secara jelas dan merupakan pencapaian masyarakat tertentu. Jika mengacu pada perbedaan manusia antara yang beradab dan biadab (manusia yang berbudaya), maka peradaban dapat pula berarti tahapan yang tingi pada skala evolusi. Karakteristik utama melekat pada perbedaan tingkat intelektual, perasaan keindahan, penguasaan teknologi, dan tingkat spiritual yang dimilikinya.
Evolusi budaya, menurut Alvin Tofler dalam bukunya “The Third Wave“ terjadi dalam 3 (tiga) gelombang, yaitu :
a)      Gelombang Pertama.
Gelombang ini terjadi pada masa-masa tradisional, dimana tekhnologi masih belum ditemukan. Kehidupan sosial-budaya masyarakat pada gelombang ini pun masih dianggap tradisional. Dengan kata lain gelombang ini dianggap sebagai tahap peradaban pertanian, dimana dimulai kehidupan baru dari budaya meramu ke bercocok tanam. Toffler menyebutnya sebagai revolusi agraris.
b)      Gelombang Kedua.
Gelombang kedua dari evolusi budaya adalah tahap peradaban industri. Yang ditandai dengan penemuan mesin uap, energi listrik, mesin untuk mobil dan pesawat terbang. Toffler menyebutnya sebagai revolusi industri
c)      Gelombang Ketiga.
Gelombang ini dianggap sebagai tahapan evolusi budaya yang lebih modern dan serba canggih atau dapat juga disebut sebagai tahap peradaban informasi. Penemuan-penemuan di bidang tekhnologi informasi dan komunikasi dengan komputer atau alat komunikasi digital dapat dijadikan tolok ukur dalam evolusi budaya gelombang ketiga oleh Toffler ini.

4. Peradaban dan Perubahan Sosial.
    Modernisasi.
            Manifestasi proses modernisasi pertama kali tampak di Inggris pada abad ke 18 yang kemudian dikenal dengan sebutan revolusi industri. Penyebaran gejala modernisasi pada awalnya hanya terdapat pada daerah-daerah yang kebudayaannya satu jenis, yaitu kebudayaan Barat yang direpresentasikan oleh Eropa dan Amerika Utara, dan kemudian menyebar lebih luas lagi kebeberapa daerah yang kebudayaannya jauh berbeda dengan kebudayaan barat (Eropa dan Amerika Utara). Penyebaran modernisasi ini dilihat sebagai suatu hal yang biasa atau wajar, karena modernisasi dianggap sebagai suatu hal yang baru dan sesuai dengan perkembangan jaman yang semakin maju, sehingga masyarakat dunia sering dibagi menjadi dua kategori negara yaitu negara maju dan negara yang sedang bekembang. Negara maju dianggap sebagai negara yang telah menerapkan modernisasi dalam setiap aspek bidang kehidupannya, sedang negara yang sedang berkembang dianggap sebagai negara yang sedang mengadakan modernisasi.
            Koentjaraningrat menyatakan modernisasi adalah usaha untuk hidup sesuai dengan zaman dan konstelasi dunia sekarang. Anthony D Smith (1973:62) menyatakan modernisasi bukan semata-mata proses yang spontan dan tanpa perencanaan. “modernization then is a conscious set of plant and policies for changing a particular society in the direction of contemporary societies which the leaders think are more ‘advanced’ in certain respect”. Modernisasi merupakan proses yang dilandasi oleh seperangkat rencana dan kebijakan yang didasari untuk mengubah masyarakat ke arah kehidupan masyarakat kontemporer yang menurut pemikiran para pemimpin lebih maju dalam derajat kehormatan tertentu. Modernisasi merupakan proses mengangkat kehidupan, suasana batin yang lebih baik dan maju daripada kehidupan sebelumnya, suasana kehidupan yang serasi dengan kemajuan zaman. Oleh karena itu, pada kehidupan modern, tercermin alam pikiran rasional, ekonomis, efektif, efisien menuju ke kehidupan yang makin produktif.
            Modernisasi sebagai konsep dalam kepustakaan ilmu-ilmu sosial dapat diartikan sebagai suatu sikap pikiran yang mempunyai kecenderungan untuk mendahulukan sesuatu yang baru daripada yang bersifat tradisi, dan satu sikap pikiran yang hendak menyesuaikan hal-hal yang sudah menetap dan menjadi adat kepada kebutuhan-kebutuhan yang baru
            Adapun efek-efek prkatis dari pada sikap modern itu dapat bersifat konservatif maupun revolusioner. Dapat bersifat  konservatif oleh karena sikap penyesuaian itu pada prinsipnya dan pada tujuannya yang terakhir masih hendak menyelesaikan yang lama, yang telah menjadi tradisi dengan menghindarkannya dari kerusakan dan sikap masa bodoh, sesudah datang perubahan dan pembaharuan. Sedang efek yang bersifat revolusioner adalah karena ada keinginan untuk sama sekali mengganti adat tradisi dengan cara meninggalkannya sama sekali. Adapun sikap modern yang berarti mendahulukan sesuatu yang baru dari pada yang sudah menjadi tradisi itu, terutama disebabkan oleh penggunaan ilmu pengetahuan positif, sehingga modernisasi dapat pula kita batasi sebagai sesuatu pikiran yang hendak berusaha untuk mengharmoniskan hubungan antara lembaga-lembaga yang telah lama ada dengan ilmu pengetahuan
            Alex Inkeles memberikan pendapatnya mengenai modernisasi dalam upaya melengkapi uraian-uraian tentang modern dan modernisasi. Inkeles meninjau arti modernisasi sebagai sikap dan nilai-nilai yang ada pada manusia. Menurutnya ada sembilan unsur yang terdapat pada konsep tentang manusia modern yang antara lain yaitu :
1.    Seorang manusia modern memiliki sikap untuk siap menerima ha-hal atau pengalaman-pengalaman yang baru dan terbuka untuk inovasi dan perubahan. Sebaliknya manusia tradisional kurang bersikap untuk menerima ide-ide baru, cara-cara baru untuk berperasaan dan bertindak. Sikap ini bukan suatu ketrampilan, melainkan suatu sikap batin. Oleh karena modern adalah suatu sikap pikiran, maka orang yang bekerja di sawah dengan bajak memiliki suatu sikap modern dan dapat membuka pikirannya terhadap perubahan dan pembaharuan dan bersedia mengganti alat kerjanya dengan yang baru yang lebih efektif.
2.    Opini. Manusia dikatakan sebagai manusia modern apabila dia mempunyai disposisi untuk membentuk atau memiliki opini atau pendapat tentang berbagai masalah dan isu yang timbul tidak hanya yang berasal dari dalam lingkungannya namun juga yang berasal dari luar lingkungannya. Dengan kata lain, manusia modern memiliki sikap demokratis dengan tidak menolak opini-opini orang lain, dan menganggapnya sebagai sebuah keanekaragaman opini tetapi tidak mudah begitu saja menerima opini orang lain tanpa pertimbangan-pertimbangan yang cukup. Mampu berbeda pendapat dengan orang lain dan menyatakannya adalah sikap manusia modern.
3.    Faktor waktu. Manusia di nilai modern apabila dia lebih banyak berorientasi ke masa yang akan datang dari pada berorientasi ke masa yang silam. Manusia modern menghargai waktu dan manusia modern membuat rencana kerja berdasarkan waktu secara tetap.
4.    Perencanaan (Planning). Manusia modern dalam tata kerjanya mengadakan perencanaan dan pengorganisasian serta berpendapat bahwa cara-cara tersebut adalah baik untuk mengatur kehidupan.
5.    Manusia modern percaya bahwa manusia dapat belajar dalam batas-batas tertentu untuk menguasai lingkungannya guna mencapai dan memajukan tujuannya. Disini penekanannya bukan pada hasil yang dicapai tetapi lebih kepada kepercayaan bahwa suatu saat nanti dia dapat menguasai alam sekelilingnya.
6.    Sikap bahwa segala sesuatunya itu dapat dilaksanakan dengan perhitungan, bahwa lembaga-lembaga yang terdapat di dalam masyarakatnya akan mampu untuk memcahkan segala persoalan. Perbedaannya dengan manusia tradisional adalah dalam menghadapi permasalahannya manusia tradisional lebih banyak berorientasi pada “nasib” atau pada klasifikasi-klasifikasi kosmis, dimana segala sesuatunya sudah ditetapkan fungsi dan tempatnya.
7.    Manusia modern menghargai harkat manusia lain. Sikap modern ini tampak sekali pada sikap yang ditujukan kepada wanita dan anak-anak.
8.    Manusia modern lebih percaya pada ilmu dan tekhnologi.
9.    Manusia modern menjunjung tinggi suatu sikap bahwa pahala yang diterima oleh seseorang itu seharusnya seimbang dengan prestasinya dan kontribusinya di dalam serta kepada masyarakat dan tidak pada ukuran-ukuran lain yang tidak rasional.

5. Masyarakat Madani.
Wirutomo menerjemahkan kata civil society yang dikenal di Indonesia sebagai “masyarakat sipil”, “masyarakat warga”, “masyarakat madani” atau “masyarakat adab”. Pada dasarnya konsep ini sebenarnya sudah lama, berasal dari kata societas civilis atau political society. Tekanan konsep ini lebih kepada hubungan antara pemerintah dan rakyat, negara dan masyarakat. Karena bidang politik pada masa lalu selalu dikaitkan dengan negara, maka muncul konsep civil society sebagai arena bagi negara yang aktif dalam politik. Tetapi lebih luas lagi konsep ini sering juga dikaitkan dengan “peradaban masyarakat” (civilization) yaitu suatu kualitas kebudayaan masyarakat yang ditandai oleh supremasi hukum.
Safrudin Setia Budi membedakan pengertian antara masyarakat madani dan civil society Dia menjelaskan bahwa istilah masyarakat madani diperkenalkan pertama kali oleh Timbalan Perdana Menteri Malaysia, Datuk Anwar Ibrahim, dalam ceramahnya di festival Istiqlal tahun 1991. Istilah masyarakat madani berdasarkan pada konsep negara kota Madinah pada tahun 622 masehi yang dibangun oleh Nabi Muhammad SAW. Konsep ini tertuang dalam piagam Madinah yang bernuansakan islami yang berisi wacana kebebasan beragama, persaudaraan antar umat beragama, perdamaian dan kedamaian, persatuan, etika politik, hak dan kewajiban warga negara, serta konsistensi penegakan hukum berdasarkan kebenaran dan keadilan. Jadi, pada prinsipnya masyarakat madani mengarah kepada terciptanya masyarakat yang demokratis dan dapat menghargai hak-hak azasi manusia sebagai individu yang sesuai dengan rambu-rambu yang telah ditetapkan atau ditentukan oleh Al-Quran. Sedangkan istilah Civil Society, berasal dari kata latin yaitu “Civilis Societas”, yang merupakan pendapat dari Cicerio, yang hidup pada abad pertama sebelum kristus. Pengertian awalnya terkait dengan konsep tentang warga dan bangsa Romawi yang hidup di kota-kota yang memiliki kode hukum. Kode hukum itu merupakan ciri dari masyarakat atau komunitas politik yang beradab, yang berhadapan dengan masyarakat di luar Romawi yang (oleh bangsa Romawi dianggap) belum beradab. Konsep Cicerio ini mencakup kondisi individu maupun masyarakat secara keseluruhan yang telah memiliki budaya hidup di kota yang menganut norma-noram kesopanan.
Pada perkembangannya, pada akhir abad 17 dan awal abad 18, istilah civil society lebih ditekankan kepada “masyarakat politik”, yang membedakan diri dari lingkungan keluarga atau masyarakat kecil yang dipimpin oleh bapak keluarga atau bapak masyarakat yang belum melek politik. Namun konsep “masyarakat politik” ini mendapat bantahan dari Hegel (1770-1871) yang mengatakan civil society bukanlah masyarakat politik dengan tekanan-tekanan moral yang mewarnai perilaku mereka, melainkan masyarakat ekonomi. Karl Marx (1818-1883) kemudian mengikuti pendapat Hegel dengan mengatakan bahwa civil society disebut juga masyarakat borjuis yang merupakan ciri masyarakat barat modern. Dengan kata lain bahwa civil society adalah aspek non-politis dalam masyarakat modern yang sekarang kapitalis. Marx menyatakan bahwa negara dalam masyarakat kapitalis tidak lebih hanya badan pelaksana kepentingan borjuis. Sedang pengertian masyarakat madani di Indonesia adalah perpaduan antara pengertian masyarakat madani yang tercantum dalam Piagam Madinah dengan civil society yang berkembang dalam negara-negara industri. Ke dua pengertian tersebut dapat dianggap saling mengisi serta saling melengkapi, dan penerapannya disesuaikan dengan karakteristik manusia modern Indonesia yang bersifat Sosialis Religius.
Dari pengertian masyarakat madani di Indonesia, muncul satu pertanyaan bagaimana dengan realitasnya di Indonesia ?. Menurut Sulardi, di Indonesia masyarakat madani masih berada pada tataran perdebatan, dan perdebatan mengenai konsep masyarakat madani di Indonesia tidak terlepas dari apa yang terjadi pada hubungan masyarakat dan negara. Lebih lanjut, Kunto Wijoyomembahas mengenai hubungan antara negara dan masyarakat ke dalam 4 (empat) konsep, yaitu Pertama, berasal dari pikiran Hegel yang menyatakan bahwa yang rasional adalah aktual dan yang aktual adalah rasional, sedang keberadaan negara adalah aktual yang lahir karena di dalam masyarakat terjadi konflik. Oleh karenanya kemerdekaan sejati tidak akan ditemukan dalam masyarakat, dalam negaralah kemerdekaan itu terwujud.
Kedua, berasal dari pandangan K. Marx, bahwa negara adalah alat represi dari negara, oleh karenanya harkat manusia dapat terwujud dengan hapusnya negara, oleh karenanya harkat manusia dapat terwujud dengan hapusnya negara, bersamaan dengan itu hapus pula represi. Ketiga, adalah pandangan A. Gramsci yang menyatakan bahwa negara adalah mewakili paksaan dan dominasi, sedang masyarakat mewakili budaya, konsensus dan ideologi. Dan keempat, menyatakan ada hubungan fungsional antara masyarakat dan negara, masyarakat terpecah antara kepentingan pribadi dan umum, antara individu dan masyarakat. Dan Indonesia berada pada suasana ketiga, yakni terpisahnya antara political society dan civil society.
Dengan terpisahnya masyarakat dan negara, maka bila selama ini masyarakat madani yang lazimnya disetarakan dengan civil society belum terbentuk di Indonesia, kuncinya pada demokratisasi yang belum berjalan, sebab secara historis bisa dilihat bagaimana perjalanan bangsa ini yang tertatih-tatih dalam penegakan demokrasinya.
6. Masyarakat Yang Beradab.
Beberapa ratus tahun yang lalu bangsa-bangsa Barat beranggapan bahwa banyak masyarakat lain di berbagai benua tidak beradab. Bangsa-bangsa India dan Aborijin, misalnya, dianggap tidak beradab karena tingkah laku mereka tidak bisa diterima oleh orang ramai menurut ukuran Barat, karena mereka dianggap tidak memiliki kesopanan dan kehalusan budi menurut norma yang ditetapkan peradaban Barat. Situasi semacam itu pada dasarnya merupakan pemaksaan norma suatu bangsa terhadap bangsa lain. Sekarang tentu saja keadaan itu berangsur-angsur berubah, meskipun dimana-mana masih saja pemaksaan norma semacam itu. Mungkin, beradab atau tidaknya suatu masyarakat hanya bisa ditentukan oleh masyarakat itu sendiri. Namun, tentu harus ada norma jika kita tetap ingin membicarakan beradab tidaknya suatu masyarakat. Indonesia yang terdiri atas begitu banyak masyarakat tentu memiliki sejumlah norma-norma yang berbeda satu sama lain. Jika ada masyarakat yang biasa menggunakan jari tangan untuk makan, masyarakat bisa saja menganggap tidak beradab begitu juga jika ada masyarakat yang biasa makan ikan mentah atau melakukan ritual dengan cara memenggal kepala orang.
Jika kita mengaitkan kebutuhan akan adab ini dengan peradaban, maka kita mengacu pada masyarakat yang memiliki organisasi sosial, kebudayaan, dan cara kehidupan yang sudah maju, yang menyebabkan berbeda dari masyarakat lain. Dalam pengertian ini jelas bahwa ada berbagai peradaban di dunia bahwa masyarakat memiliki peradaban yang barbeda satu sama lain. Peradaban juga mengacu pada cara kehidupan yang nyaman. Pendekatan terhadap peradaban juga berbeda-beda , namun dasarnya boleh dikatakan sama, yakni perkembangan masyarakat pada suatu kurun waktu dan tempat tertentu . Dalam pengertian ini kita mengenal, misalnya  peradaban Suku Inca, Mesir Kuno, Asia Timur, Islam, Kristen, Hindu dan Barat. Contoh-contoh itu segera menunjukkan bahwa, meskipun tampaknya ditinjau dari berbagai pendekatan, ada suatu hal yang sama yakni (1). Organisasi sosial, (2). Kebudayaan, dan (3). Cara berkehidupan yang sudah maju Bisa juga dikatakan bahwa masyarakat yang memiliki peradaban itu, disamping berkebudayaan tinggi, juga sudah mengembangkan tekhnologi dan sistem pemerintahan yang memungkinkan kebanyakan anggotanya menikmati kenyamanan hidup. Contoh-contoh yang kita sebut itu juga mengacu pada suatu taraf yang tinggi dari masyarakat yang memiliki kesatuan sejarah dan kebudayaan.
Dalam kebudayaan Barat, misalnya, manusia beradab adalah yang berpendidikan, sopan, dan berbudaya. Konsep-konsep itu selintas tampak serupa, namun jika kita periksa lebih jauh ada hal-hal yang khas, yang membedakannya dari peradaban lain. Misalnya, pendidikan dalam pengertian ini tentu menuntut ukuran Barat, yang tentunya berbeda dengan peradaban Asia Timur, misalnya. Di zaman lampau, peradaban Cina memiliki ciri penting, yakni keampuhan menguasai kesenian, membaca, dan menulis, oleh karena itu jabatan penting dalam pemerintahan ditentukan oleh hal-hal tersebut. Di Jepang, peradaban Asia Timur telah menghasilkan kebudayaan bushido di masa lampau, yang sampai sekarangpun masih terasa cirinya dalam masyarakat. Kesetiaan kepada atasan dan harga diri merupakan ciri khas. Dua hal antara lain menyebabkan bunuh diri menjadi ritual yang harus dilakukan jika harga diri seorang tidak ada lagi
Ketenangan, kenyamanan, ketentraman, dan kedamaian sebagai makna hakiki manusia beradab. Konsep masyarakat adab dalam pengertian lain adalah suatu kombinasi yang ideal antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum yang memperjuangkan penguatan posisi masyarakat terhadap negara. Manusia adalah ukuran bagi segala, manusia mempunyai kemampuan untuk menyempurnakan hidupnya sendiri, dengan syarat bertitik tolak dari rasio, intelektualitas, dan pengalamannya. Kualitas hidup manusia bukan hanya diukur dari materi dan sekedar gaya hidup. Tapi nilai kerohanianlah yang tertinggi dan menjadi penentu dari kwalitas hidup manusia, yang akhirnya melahirkan suasana kehidupan ideal berupa ketenangan, kedamaian, kesejahteraan, dan sebagainya.

7. Problematika Peradaban dalam Kehidupan Masyarakat.
    Kemajuan Iptek Bagi Peradaban Manusia
Tekhnologi lahir karena adanya kebutuhan manusia pada masa terdahulu. Meskipun secara sederhana mereka dapat membuat alat-alat yang hasilnya dapat mereka gunakan untuk memudahkan pekerjaan mereka atau meningkatkan hasil kerja mereka. Hal ini berarti mereka telah melakukan kegiatan atau proses yang menghasilkan produk yakni alat-alat dan dapat digunakan untuk meningkatkan efisiensi pelaksanaan kegiatan. Sedangkan sains atau ilmu pengetahuan berawal dari sifat ingin tahu manusia. Observasi yang sistematis terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi di lingkungan sekitar manusia serta pemikiran atau perenungan tentang sebab-sebab terjadinya beberapa peristiwa di lingkungan manusia ini telah melahirkan “suatu kesimpulan sementara” yang pada zamannya telah dianut oleh sebagian besar masyarakat. Pada awalnya, persitiwa-peristiwa di lingkungan manusia yang menjadi obyek perhatian adalah peristiwa-peristiwa yang bersangkutan dengan alam, misalnya, pergerakan matahari di siang hari, yang muncul dari arah timur dan hilang menuju ke arah barat bahkan terjadi setiap hari. Begitu juga dengan bintang di malam hari yang tampak bergerak mengelilingi bumi.
Di lihat dari awal lahirnya ilmu pengetahuan dan tekhnologi memang tidak terdapat keterkaitannya sama sekali, namun dalam perkembangannya, ilmu pengetahuan dan tekhnologi memiliki kaitan yang sangat erat. Hal ini dapat diambil contoh misalnya penggunaan mikroskop elektron dalam bidang geologi pada pertengahan abad ke-20 telah membawa kemajuan dalam penelitian terhadap fosil-fosil. Disamping itu, penggunaan mikroskop ini dalam bidang metalurgi amat berguna dalam penelitian tentang struktur suatu logam. Dari beberapa contoh tersebut dapat dikatakan bahwa, konsep ilmu pengetahuan, teori serta hukum yang dikemukakan oleh para ilmuwan membawa dampak pada penemuan tekhnologi.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi sendiri dapat membawa dampak positif maupun dampak negatif. Dapat diambil contoh yaitu dalam bidang telekomunikasi dan tekhnologi informasi. Segi positif dari adanya peralatan telekomunikasi dan peralatan tekhnologi informasi yang makin canggih atau modern, maka beberapa kelompok masyarakat dari beberapa negara dapat berinteraksi dengan mudah. Bahkan Indar Siswarini mengatakan bahwa perkembangan tekhnologi informasi dan komunikasi membuat dunia menjadi sempit. Ruang dan waktu menjadi sangat relatif dan dalam banyak hal batas-batas negara sering menjadi kabur bahkan mulai tidak relevan. Bahkan budaya suatu negara akan lebih mudah diketahui dan bahkan di tiru oleh bangsa atau negara lain.
Hal ini tentu akan berakibat pada adanya perubahan nilai budaya pada masyarakat tertentu. Sebagai contoh misalnya, banyak orang yang melihat dari tayangan televisi (yang merupakan kemajuan produk tekhnologi elektronika) melihat tayangan-tayangan kekerasan, yang berakibat pada terpengaruhnya orang-orang tertentu terhadap tayangan tadi yang kemudian melakukan tindakan-tindakan kekerasan seperti yang ia lihat di tayangan tersebut. Contoh lainnya adalah budaya sebagian masyarakat Amerika dengan kebebasannya, seksualitas maupun gaya hidup hedonisme mereka, bisa saja ditiru dan dapat dijadikan pedoman dalam berkehidupan oleh sebagian masyarakat Indonesia, terutama generasi mudanya.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang semakin cepat dewasa ini, telah menumbuhkan cakrawala pandangan manusia. Teknologi yang sebenarnya merupakan alat bantu atau ekstensi kemampuan diri manusia, saat ini telah menjadi sebuah kekuatan yang justru (baik disadari ataupun tidak) telah “membelenggu” perilaku dan gaya hidup kita sendiri. Dengan daya pengaruhnya yang sangat besar, karena ditopang pula oleh sistem-sistem sosial yang kuat, dan dalam kecepatan yang makin tinggi, teknologi telah menjadi pengarah hidup manusia. Masyarakat yang rendah kemampuan teknologinya cenderung tergantung dan hanya mampu bereaksi terhadap dampak yang ditimbulkan oleh kecanggihan teknologi.

8. Dampak Globalisasi Bagi Peradaban Manusia
Saat ini dunia sedang menghadapi arus perubahan besar, yang nantinya akan (bahkan telah) membuat konsep-konsep lama mengenai tata hubungan antar bangsa menjadi usang, di samping akan berkembangnya pandangan-pandangan baru. Arus ini didorong oleh kemajuan tekhnologi yang berkembang dengan cepat dalam abad ke-21 ini. Bahkan beberapa ahli mengatakan bahwa era tekhnologi industri yang berkembang sejak abad ke-18 akan digantikan oleh sebuah era baru yaitu era tekhnologi informasi, atau dengan kata lain proses perubahan yang sekarang berlangsung merupakan proses perubahan dari masyarakat industri menjadi masyarakat informasi. Jadi dapat dikatakan pula bahwa revolusi di bidang informasi dan komunikasi (yang menggeser bidang industri), terutama terjadi dalam awal abad ke-21, yang akan mempengaruhi kecenderungan perubahan mendasar dalam kehidupan manusia yang salah satu aspek diantaranya ialah kecenderungan globalisasi.
Azyumardi Azra menyatakan bahwa disorientasi, dislokasi atau krisis sosial-budaya umumnya dikalangan masyarakat kita (masyarakat Indonesia) semakin bertambah dengan kian meningkatnya penetrasi dan ekspansi dari budaya Barat (khususnya Amerika) sebagai akibat proses globalisasi yang hampir tidak terbendung. Berbagai ekspresi sosial-budaya yang sebenarnya asing, yang tidak memiliki basis dan presiden kulturalnya dalam masyarakat kita semakin menyebar pula dalam masyarakat kita, sehingga memunculkan kecenderungan-kecenderungan “gaya hidup” baru yang tidak selalu positif dan kondusif bagi kehidupan sosial budaya masyarakat dan bangsa.
Arus informasi dan komunikasi telah membuat makin globalnya berbagai nilai budaya. Bahkan secara mendalam telah terjadi interaksi budaya yang sangat intensif yang menjurus ke arah terciptanya nilai budaya universal. Jadi, dapat dikatakan bahwa saat ini sedang tercipta sistem-sistem nilai global yang berlaku dimana-mana.
Akibat lain dari globalisasi yaitu masyarakat mengalami anomi atau tidak punya norma atau heteronomy atau banyak norma, sehingga terjadi kompromisme sosial terhadap hal-hal yang sebelumnya dianggap melanggar norma tunggal masyarakat. Selain itu juga terjadinya disorientasi atau alienasi, keterasingan pada diri sendiri atau pada perilaku sendiri, akibat pertemuan budaya-budaya yang tidak sepenuhnya terintegrasi dalam kepribadian kita.
Masyarakat Indonesia saat ini sedang mengalami dilematis karena globalisasi, dimana masyarakat Indonesia (secara langsung maupun tidak langsung) dituntut untuk terbuka terhadap globalisasi, namun di sisi lain masyarakat Indonesia mengalami “ketakutan” dengan dampak negatif dari globalisasi yang dapat merusak nilai-nilai (sosial-budaya) yang telah ada. Tetapi, jika masyarakat Indonesia ingin maju maka mengisolasi diri dari globalisasi dianggap sebagai kesalahan karena menolak peluang dan kesempatan untuk maju. Dan jika masyarakat Indonesia memutuskan untuk maju dan dengan sadar menerima globalisasi, maka untuk menghindari dampak negatif dari globalisasi salah satunya solusi alternatifnya adalah dengan penguatan nilai-nilai keagamaan.

9. Benturan Peradaban (The Clash of Civilization).
Selama Perang Dingin berlangung, keadaan dunia terbagi-terbagi menjadi beberapa bagian yang bertujuan untuk membedakan-bedakan dunia menurut kemampuan sosial-ekonomi serta pertumbuhan ekonomi (bahkan ideologi) suatu negara. Ada tiga bagian di dunia selama Perang Dingin yaitu Dunia Pertama, yang merepresentasikan dunia-dunia maju secara sosial dan ekonominya seperti Amerika dan aliansi Eropa-nya. Dunia Kedua, merupakan representasi dari negara-negara maju tetapi secara sosial-ekonomi “baru” maju karena bantuan-bantuan yang diberikan oleh Barat seperti Jepang, Korsel, Australia dan lain-lainnya. Dan Dunia Ketiga, yang mewakili dunia-dunia yang beru berkembang atau kemampuan sosial-ekonomi serta pertumbuhan ekonominya masih tertatih-tatih untuk maju, seperti Indonesia.
Setelah Perang Dingin usai, pembagian dan pengelompokan dunia dalam bidang sosial-ekonomi sudah tidak relevan lagi. Konstelasi politik dunia internasional yang terjadi pasca perang dingin tidak lagi menjadikan isu-isu sosial-ekonomi serta pertumbuhan ekonomi (bahkan ideologi) sebagai tolok ukur dalam membagi dunia. Pembagian dunia saat ini mengarah kepada hal lain yaitu atas dasar budaya dan peradaban.
Peradaban adalah suatu entitas budaya. Desa-desa, kawasan-kawasan, kelompok-kelompok etnis, nasionalitas, kelompok-kelompok keagamaan, semuanya memiliki budaya yang berbeda-beda pada tingkat keragaman budaya yang berbeda-beda pula. Dapat diambil contoh yaitu di Indonesia, budaya orang-orang di daerah-daerah di Indonesia berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Budaya Jawa berbeda dengan budaya Sunda, budaya Sumatra atau Batak berbeda dengan dengan budaya Kalimantan atau Dayak, dan lain-lainnnya. Tetapi kesemuanya sama-sama berbudaya Indonesia, sehingga membedakan dengan mereka yang dari Malaysia atau yang dari Brunei Darussalam. Budaya yang berbeda-beda antara Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam dan sekitarnya di wilayah Asia, mempunyai satu budaya yang sama yaitu Budaya Asia.
Begitu pula dengan budaya-budaya yang ada di Eropa. Perbedaan budaya antara Inggris, Italia, Prancis, Jerman dan lain-lainnya tidak bisa menghapus identitas budaya mereka yaitu Budaya Barat (hal yang sama juga berlaku untuk Amerika). Pada masyarakat Arab juga memiliki identitas budaya yaitu Budaya Arab yang membedakan mereka dari masyarakat Cina dengan Budaya Cina. Tetapi satu hal yang pasti yaitu Barat (Eropa dan Amerika), Arab dan Cina, bukanlah menjadi bagian dari entitas budaya yang lebih luas. Mereka semua merupakan peradaban-peradaban. Karena itu suatu peradaban adalah pengelompokan tertinggi dari orang-orang dan tingkat identitas budaya yang paling luas yang dimiliki orang sehingga membedakan dari spesies lainnya. Ia dibantu oleh unsur-unsur obyektif yang sama: seperti bahasa, sejarah, agama, adat-istiadat, institusi, dan juga dibatasi oleh unsur-unsur subyektif, identifikasi diri dari orang-orang itu. Jadi dapat dikatakan bahwa peradaban adalah tingkat identifikasi yang luas yang dimiliki orang, dan dengan peradaban ia memberi identifikasi dirinya secara intens. Orang-orang atau bangsa-bangsa bisa dan melakukan redefinisi identitas mereka. Tetapi, dengan adanya redefinisi ini, komposisi dan batas-batas peradaban berubah.
            Suatu peradaban meskipun dapat mencakup sebagian besar orang atau masyarakat, namun juga bisa mencakup tentang sejarah sebuah negara bangsa, seperti misalnya yaitu peradaban Barat, Eropa, Amerika, Arab, dan Asia serta lain-lainnya. Di sini dapat dilihat bahwa peradaban bisa juga bercampur aduk dan tumpang tindih, tetapi yang pasti, ada juga peradaban yang mencakup beberapa peradaban atau sub-sub peradaban. Peradaban Barat misalnya, memiliki dua sub peradaban yaitu peradaban Eropa dan Amerika Utara atau Peradaban Islam yang memiliki tiga sub peradaban yaitu Arab, Turki, dan Melayu. Peradaban merupakan entitas yang jelas, dan kalaupun garis-garis pemisah antara peradaban-peradaban itu biasanya tidak tajam, tapi nyata.
            Identitas peradaban dianggap suatu hal yang sangat penting di masa yang akan datang, dan interaksi dunia akan dibentuk oleh peradaban-peradaban besar yang beberapa diantaranya adalah peradaban Barat, Asia, Amerika Latin, Islam dan lain-lainnya. Namun, konflik yang mungkin akan terjadi di masa mendatang akan terjadi sepanjang garis pemisah budaya yaitu identitas peradaban itu sendiri, yang saling memisahkan peradaban-peradaban tersebut.
            Menurut Huntington, hal ini bisa terjadi karena disebabkan oleh beberapa faktor yaitu Pertama, perbedaan antara peradaban tidak hanya riil, tapi juga mendasar. Peradaban terdiferensiasi oleh sejarah, bahasa, budaya, tradisi, dan yang lebih penting lagi adalah agama. Perbedaan peradaban melahirkan perbedaan dalam memandang hubungan manusia dengan Tuhan, individu dengan kelompok, warga dengan negara, orang tua dengan anak, suami dengan istri, hak dengan kewajiban, kebe­basan dengan kekuasaan, dan kesejajaran atau kesamaan dengan hirarki. Perbedaan ini hasil proses berabad-abad. Mereka tidak mudah hilang, jauh lebih mendasar daripada ideologi atau rezim politik. Perbedaan tidak mesti melahirkan konflik, dan konflik tidak dengan sendirinya melahirkan kekerasan. Tapi selama berabad-­abad, perbedaan antara peradaban telah menimbulkan konflik yang paling keras dan yang paling lama.
            Kedua, dunia sekarang semakin menyempit. Interaksi antara orang yang berbeda peradaban semakin meningkat. Interaksi yang meningkat ini mempertajam kesadaran dan rasa perbedaan peradaban antara orang-orang atau masyarakat yang berbeda peradaban tapi juga mempertajam kesadaran akan kesamaan-­kesamaan yang terdapat dalam peradaban-peradaban itu. Imigrasi dari Afrika Utara ke Perancis melahirkan kebencian di antara orang-orang Perancis terhadap para imigran dari Afrika Utara tersebut, tapi bersamaan dengan itu terjadi peningkatan penerimaan imigran Polandia, Katolik Eropa “yang taat”. Orang­-orang Amerika bereaksi lebih negatif terhadap penanaman modal dari Jepang daripada penanaman modal dari Canada dan negara-negara Eropa. Demikian juga halnya dengan, apa yang diungkapkan Donald Horowitz, “Seorang Ibo mungkin... seorang Ibo Owerri atau seorang Ibo Onitsha di daerah Timur Nigeria. Di Lagos, ia hanya seorang Ibo. Di Inggris, ia adalah seorang Nigeria. Di New York, ia adalah seorang Afrika.” Interaksi antara orang-orang atau bangsa-bangsa yang berbeda peradaban meningkatkan kesadaran peradaban mereka sehingga pada gilirannya memperkuat perbedaan dan kebencian yang merentang atau dipandang merentang jauh ke belakang dalam sejarah.
         Ketiga, proses modernisasi ekonomi dan perubahan sosial dunia membuat orang atau masyarakat tercerabut dari identitas lokal mereka yang sudah berakar dalam, di samping memper­lemah negara-bangsa sebagai sumber identitas mereka. Banyak agama dunia yang telah dapat mengisi gap (jurang pemisah) ini, sering dalam bentuk gerakan yang dicap “fundamentalis”. Gerakan-gerakan, ini ditemukan pada agama Kristen Barat, Judaisme, Buddhisme, Hinduisme, dan juga Islam. Di kebanyakan negeri dan agama, orang yang aktif dalam gerakan fundamentalis adalah orang­-orang muda, berpendidikan universitas, kalangan profesional, teknisi kelas menengah dan pengusaha. “Unsekularisasi dunia,” kata George Weigel, “adalah salah satu fakta kehidupan sosial dominan di penghujung abad 20 ini”. Kebangkitan agama, atau apa yang disebut Gilles Kepel la revanche de Dieu”, memberikan suatu basis identitas dan komitmen yang mentransendensikan batas-batas bangsa dan menyatukan peradaban-peradaban.
      Keempat, tumbuhnya kesadaran peradaban dimungkinkan karena peran ganda Barat. Di satu sisi, Barat berada di puncak kekuatan. Dan di sisi lain, dan ini mungkin akibat posisi Barat tersebut, kembalinya ke fenomena asal sedang berlangsung di antara peradaban-peradaban non-Barat. Orang semakin banyak mendengar meningkatnya kecenderungan-kecenderungan untuk kembali ke dalam” dan “Asianisasi” di Jepang. Berakhirnya warisan Nehru dan berlangsungnya “Hinduisme” India, kega­galan ide-ide Sosialisme dan Nasionalisme Barat dan kemudian “re-Islamisasi” Timur Tengah, dan sekarang perdebatan tentang Westernisasi lawan Rusianisasi di negeri Boris Yeltsin. Barat yang berada di puncak kekuatannya berhadapan dengan non­-Barat yang semakin berkeinginan untuk membentuk dunia dengan cara-cara mereka, dan menjadikan peradaban mereka sebagai sumber bagi pembentukan dunia tersebut.
      Kelima, karakteristik dan perbedaan budaya kurang bisa menyatu dan karena itu kurang bisa kompromi dibanding karakteristik dan perbedaan politik dan ekonomi. Di negara-negara bekas Uni Soviet, orang-orang komunis bisa menjadi demokrat, yang kaya bisa menjadi miskin, dan sebaliknya yang miskin menjadi kaya. Tapi orang-orang Rusia tidak bisa menjadi orang Estonia dan orang-orang Azeris tidak bisa menjadi orang-orang Armenia. Dalam konflik kelas dan ideologi, masalah kuncinya adalah “Anda berada di pihak mana?” dan orang dapat memilih mau berada di pihak mana, dan kemudian dapat berpindah ke pihak yang lain. Dalam konflik antara peradaban, masalahnya adalah “Anda ini apa?”. Ini merupakan ketentuan yang tak bisa berubah. Sebagaimana kita ketahui, dari Bosnia, Kaukasus, sampai ke Sudan, jawaban yang salah terhadap pertanyaan itu bisa berarti anda akan (bahkan dipastikan) kehilangan kepala. Bahkan lebih dari etnisitas, agama mendiskriminasi secara tajam dan ekslusif sesama manusia. Orang bisa menjadi separuh Perancis dan separuh Arab, dan dapat berwarga-negara ganda. Tapi sulit untuk menjadi setengah Katolik dan setengah Muslim.
      Keenam, regionalisme ekonomi semakin meningkat. Proporsi perdagangan seluruhnya yang dulu bersifat intra-re­gional bangkit antara tahun 1980-1989. Pentingnya blok-blok ekonomi regional tampaknya terus meningkat pada masa yang akan datang. Di satu sisi, regionalisme ekonomi yang berhasil akan memperkuat kesadaran peradaban. Di pihak lain, regionalisme ekonomi hanya bisa berhasil jika ia berakar dalam budaya yang sama. Masyarakat Eropa bersandar pada landasan budaya Eropa yang sama dan agama Kristen Barat. Keberhasilan Wilayah Perdaganagan Bebas Amerika Utara tergantung pada konver­gensi budaya Meksiko, Canada, dan Amerika. Sebaliknya Jepang, menghadapi kesulitan dalam menciptakan entitas ekonomi yang sebanding di Asia Timur karena masyarakat dan peradaban Jepang unik, berdiri sendiri. Bagaimanapun kuatnya perdaganagan dan hubungan-hubungan investasi yang mungkin dapat dikembangkan Jepang dengan negara-negara Asia Timur lainnya, perbedaan budaya Jepang dengan negara-negara tersebut menghambat dan mungkin menghalangi integrasi ekonomi regional yang terus meningkat seperti yang dialami Eropa dan Amerika Utara.
            Berakhirnya negara-negara yang berbasis ideologi di Eropa Timur dan bekas Uni Soviet memungkinkan identitas dan kebencian etnik tradisional mencuat ke permukaan. Perbedaan budaya dan agama menciptakan perbedaan-perbedaan dalam masalah-masalah kebijakan, mulai dari hak asasi manusia sampai imigrasi, perdagangan, dan lingkungan. Yang paling penting, upaya-upaya Barat untuk mendukung nilai-­nilai demokrasi dan liberalisme sebagai nilai-nilai universal, untuk mempertahankan kekuatan militernya dan untuk memajukan kepentingan ekonominya, melahirkan respon balik dari peradaban-peradaban lain. Semakin pemerintah tidak mampu memobilisasi dukungan dan membentuk koalisi atas dasar ideologi, hal ini mengakibatkan pemerintah dan kelompok-kelompoknya akan semakin berusaha memobilisasi dukungan dengan daya tarik agama yang sama dan identitas peradaban.

Ringkasan
            Banyak perbedaan pendapat dari para ahli tentang perbedaan antara peradaban dan kebudayaan yang berlangsung sejak lama. Namun dari perbedaan tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan tentang peradaban yaitu peradaban merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menyebutkan bagian-bagian atau unsur kebudayaan yang dianggap halus, indah dan maju. Misalnya perkembangan kesenian, IPTEK, kepandaian manusia dan sebagainya di mana tiap bangsa di dunia memiliki karakter kebudayaan yang khas.
            Konsep peradaban sendiri tak lain adalah perkembangan kebudayaan yang telah mencapai tingkat tertentu yang tercermin dalam tingkat intelektual, keindahan, tekhnologi, spiritual yang terlihat dalam masyarakatnya. Dengan demikian, peradaban adalah merupakan tahapan tertentu dari kebudayaan masyarakat tertentu pula yang telah mencapai kemajuan tertentu yang dicirikan oleh tingkat ilmu pengetahuan, tekhnologi dan seni yang telah maju.
            Suatu masyarakat yang telah mencapai tahapan peradaban tertentu, berarti telah mengalami evolusi kebudayaan yang lama dan bermakna sampai pada tahap tertentu yang diakui tingkat iptek dan unsur-unsur budaya lainnya. Dengan demikian, masyarakat tersebut dapat dikatakan telah mengalami proses perubahan sosial yang berarti, sehingga taraf kehidupannya semakin kompleks. Atau dengan kata lain telah memasuki tahapan atau tingakatan peradaban tertentu.
            Wujud peradaban sendiri terdiri dari empat hal yaitu Moral, Norma, Etika dan Estetika. Keempat wujud peradaban ini juga dapat dijadikan acuan bagi perkembangan peradaban, hal ini karena peradaban tiap-tiap bangsa atau negara mempunyai standar dan parameter tersendiri untuk dapat dikatakan sebagai sebuah bangsa atau negara yang beradab. Dan jika ada nilai-nilai peradaban sebuah bangsa atau negara yang cenderung dipaksakan agar diterima oleh bangsa atau negara lain maka yang terjadi adalah benturan terhadap nilai-nilai tersebut atau seperti yang dikatakan oleh Samuel P. Huntington yaitu terjadinya Clash of Civilization (benturan peradaban).
            Peradaban yang merupakan perkembangan dari kebudayaan memiliki tahapan peradaban yang disebut dengan evolusi budaya yang terdiri dari tiga gelombang yaitu pertama, yang terjadi pada masa-masa tradisional, dimana tekhnologi masih belum ditemukan; kedua, tahap peradaban industri; dan yang ketiga, tahapan evolusi budaya yang lebih modern dan serba canggih atau dapat juga disebut sebagai tahap peradaban informasi.
Salah satu bentuk peradaban adalah modernisasi. Modernisasi pertama kali muncul di Inggris pada abad ke 18 yang ditandai dengan adanya perubahan dalam secara besar-besaran dalam sector industri yang kemudian dikenal dengan sebutan revolusi industri. Modernisasi dianggap sebagai suatu hal yang baru dan sesuai dengan perkembangan jaman yang semakin maju, sehingga masyarakat dunia sering dibagi menjadi dua kategori negara yaitu negara maju dan negara yang sedang bekembang. Negara maju dianggap sebagai negara yang telah menerapkan modernisasi dalam setiap aspek bidang kehidupannya, sedang negara yang sedang berkembang dianggap sebagai negara yang  mengadakan modernisasi. Bentuk lainnya dari peradaban dapat juga dilihat dari konsep Masyarakat Madani yang ingin diterapkan di Indonesia atau dalam kancah dunia internasional disebut dengan Civil Society (Masyarakat Sipil).
Dari sedikit pemaparan diatas dapat di ambil sebuah kesimpulkan yaitu ketenangan, kenyamanan, ketentraman, dan kedamaian sebagai makna hakiki manusia beradab. Konsep masyarakat adab dalam pengertian lain adalah suatu kombinasi yang ideal antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum yang memperjuangkan penguatan posisi masyarakat terhadap negara. Manusia adalah ukuran bagi segala, manusia mempunyai kemampuan untuk menyempurnakan hidupnya sendiri, dengan syarat bertitik tolak dari rasio, intelektualitas, dan pengalamannya.
TUGAS UNTUK DISELESAIKAN
1.      Jelaskan secara ringkas perbedaan antara peradaban dan kebudayaan serta berikan contohnya masing-masing ?.
2.      Sebutkan dan jelaskan tahapan-tahapan dari perkembangan peradaban ?.
3.      Jelaskan sembilan unsur yang terdapat pada konsep tentang manusia modern ?.
4.      Jelaskan dampak positif dan negatif dari perkembangan IPTEK bagi peradaban manusia ?.
5.      Diskusikan dengan teman anda 3 - 5 orang tentang faktor-faktor penyebab terjadinya benturan peradaban dari Samuel Huntington ?.
6.      Apa yang dimaksud dengan :
a. Modernisasi
c. Civil Society
b. Masyarakat Madani
d. Clash of Civilization