Blogger Widgets Manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial | RINI .alert { background: #DDE4FF; text-align: left; padding: 5px 5px 5px 5px; border-top: 1px dotted #223344;border-bottom: 1px dotted #223344;border-left: 1px dotted #223344;border-right: 1px dotted #223344;}

My Facebook

Facebook
Diberdayakan oleh Blogger.

Rabu, 05 Maret 2014

Manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial



materi isbd

BAB  IV
Manusia sebagai makhluk individu
dan makhluk sosial

1. Manusia Sebagai  Makhluk Terbaik Ciptaan Allah.
Pada dasarnya manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna kejadiannya. Manusia diciptakan oleh Allah dengan berbagai perangkat kelengkapannya yang kompleks. Kesempurnaan kejadian manusia difirmankan oleh Allah dalam Surat At Tiin ayat 5, yang artinya: “Sungguh Kami ciptakan manusia itu dalam bentuk yang sebaik-baiknya”.
Harus diakui dan disyukuri bahwa kejadian manusia dilihat dari dimensi apapun apabila dibandingkan dengan makhluk lain ciptaan Allah, maka keberadaan wujud manusia sungguh teramat baik. Selain unsur kelengkapan rohani yang berupa akal, rasa, dan kehendak, secara jasmani keberadaan tubuh manusia juga mengandung unsur-unsur nilai estetika (keindahan). Meurut teori keindahan suatu benda dikatakan indah kalau mengandung setidaknya 3 unsur, yaitu contrast (pertentangan), simetry/balance (keserasian/keseimbangan), dan unity (kesatuan).

Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah memenuhi semua unsur tersebut. Secara anatomis mulai dari bentuk dan ukuran kepala badan, tangan dan  kaki tidak ada yang terlepas dari unsur-unsur keindahan tersebut. Kepala dengan ukuran yang tentatif bagi setiap orang mengandung ketiga unsur keindahan, sehingga dapat menampakkan wajah seseorang memiliki daya tarik pada orang lain. Unsur kontras atau pertentangan ditampakkan antara lain dalam: rambut, mata, gigi, bahkan bentuk wajah. Sedangkan simetri dan keseimbangan terdapat pada keberadaan mata, telinga, hidung, dan lainnya.
Bentuk kontras dari rambut misalnya, masing-masing rambut yang tumbuh di tubuh manusia ternyata memiliki tingkat pertumbuhan yang kontras antara satu dan lainnya. Rambut di kepala ternyata bisa tumbuh dengan subur dan bisa memanjang. Sementara rambut lainnya seperti, alis, bulu mata, kumis, dan jenggot tidak bisa tumbuh memanjang sebagaimana rambut di kepala. Hal ini merupakan indikator dari kekontrasan rambut manusia, sehingga membuat penampilan manusia menjadi indah. Kita bisa bayangkan seandainya rambut alis, bulu mata bisa memanjang seperti rambut di kepala, maka hal ini tentu akan mengurangi kualitas keindahan manusia sebagai makhluk ciptaan Allah.
Mata manusia mengandung unsur kekontrasan pula, yaitu dengan bola mata yang berwarna-warna. Manusia Indonesia  dianugerahi oleh Allah bola mata berwarna putih dan hitam. Dengan kekontrasan warna bola mata seperti ini menjadikan penampakan wajah manusia menjadi indah pula. Bisa dibayangkan bagaimana seandainya bola mata manusia itu tidak mengandung kekontrasan, misalnya hanya berwarna hitam saja, atau sebaliknya hanya berwarna putih saja ?.  Kalau ada manusia yang memiliki bola mata dengan hanya satu warna saja, maka penampilannya tidak lagi akan memiliki nilai keindahan, mungkin sebaliknya yaitu bisa menakutkan kepada manusia lainnya.
Nilai keindahan seperti dicontohkan di atas akan menjadi lebih konkrit jika ditambah dengan adanya unsur simetri dan keseimbangan. Bola mata ada dua biji, telingga juga dua bagian seimbang dan simetry, hidung walaupun satu tetapi lobangnya dua dan menghadap ke bawah, kesemuanya melengkapi betapa manusia diciptakan oleh Allah dalam bentuk yang indah. Keberadaan tangan dan kaki juga demikian. Unsur keindahannya berupa kontras sangat tampak sekalipun banyak manusia yang kurang menyadari. Coba perhatikan bagaimana pertentangan yang terjadi antara langkah kaki dan ayunan tangan ketika seseorang sedang berjalan?. Ketika kaki kanan melangkah ke depan, ternyata secara reflektif diikuti oleh ayunan tangan kiri yang ke depan, dan sebaliknya. Dengan gerakan reflektif seperti ini menjadikan penampilan manusia dalam berjalanpun tampak serasi dan indah.
Unsur unity atau kesatuan sebagai bagian dari sifat keindahan yang juga terdapat pada diri manusia ditampakkan dalam wujud keberadaan manusia secara totalitas. Artinya semua sifat-sifat keindahan yang dimiliki oleh manusia baik secara fisik maupun psikis akan memiliki arti indah apabila unsur unity sebagai suatu sistem juga terpenuhi. Secara anatomis yang disebut sebagai manusia adalah wujud utuh adanya fisik dan psikis atau jasmani (badan) dan rohani (ruh). Manusia memiliki sifat indah tersebut apabila kedua unsur ini yaitu badan dan ruh berada dalam satu sistem, tidak hanya salah satu fisik saja, atau dalam kondisi tidak utuh. Sebab bagaimanapun baiknya bentuk fisik manusia dibandingkan dengan makhluk lain ciptaan Allah apabila tidak dalam kondisi utuh (sistem), maka nilai keindahannya akan berkurang, bahkan hilang atau tidak ada sama sekali. Wajah misalnya dikatakan cantik atau tampan apabila wajah tersebut berada dalam satu sistem dengan bagian-bagian tuhuh yang lain. Coba bayangkan kira-kira bagaimana cantiknya wajah seseorang kalau ternyata hanya tampak kepalanya saja di hadapan kita tanpa ada bagian tubuh lainnya ?

2. Manusia Sebagai Makhluk Individu
Manusia sebagi makhluk individu memiliki identitas tersediri yang berbeda dengan manusia lainnya. Perbedaan ini meliputi berbagai aspek kehidupan yang melekat kepadanya. Mulai dari ukuran bentuk fisik, wajah, sifat, sampai pada identitas yang paling umum yaitu nama. Kalau ada nama yang sama antara satu individu dengan individu lainnya itu bukan berarti bahwa di antara kedua manusia tersebut benar-benar sama atau identik. Nama yang sama yang dimiliki oleh masing-masing individu sifatnya hanyalaha kebetulan saja.
Adakalanya seseorang agak sulit membedakan di antara dua orang yang kembar siam. Mana yang lebih tua atau sebaliknya. Sepintas kalau diamati mungkin di antara keduanya sepertinya tidak terdapat suatu perbedaan yang signifikan. Namun sebagai makhluk individu yang merupakan sunnatullah, pasti di antara keduanya memiliki perbedaan. Kondisi seperi ini sebenarnya sekaligus juga mengingatkan kepada manusia bahwa Allah itu betapa maha kuasa, maha besar, maha hebat mencipta makhluk tak pernah kehabisan bentuk-bentuk wajah baru. Bisa dibayangkan manusia di dunia yang sudah hampir mencapai dua milliard, tidak ada satupun yang memiliki wajah sama, baik di antara sesam lelaki maupun perempuan. Ketidak samaan tersebut juga sebagai kodrati yang membuat kehidupan manusia menjadi harmoni dan serasi dalam keseimbangan. Bagaimana kira-kira kehidupan di dunia ini seandainya ada manusia yang benar-benar sama antara satu dengan lainnya, terlebih lagi jika berjumlah banyak. Mungkin bisa terjadi istri orang akan diakui sebagai istrinya, dan sang istripun tidak menolak karena yang mengaku tersebut benar-benar seorang lelaki yang identik dengan wajah suaminya.
Manusia sebagai makhluk individu memiliki karakteristik atau sifat-sifat  seagai berikut.
1)      Satu kesatuan yang utuh, terorganisir yang beraksi dan bereaksi
2)      Dinamis, selalu berkembang baik karena pengaruh internal maupun eksternal.
3)      Berbeda dengan pribadi-pribadi lainnya.
4)      Memiliki nilai tersendiri, prilakunya tunduk dan menggambarkan nilai yang diakuinya.
5)      Sulit dinilai, yang dapat diamati hanya manifestasinya dalam bentuk perbuatan.

3. Faktor Penyebab Terjadinya Perbedaan Individu
Pada dasarnya terjadinya perbedaan invidu satu dengan individu lainnya disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal lebih banyak berhubungan dengan hereditas, sedangkan faktor eksternal berhubungan dengan lingkungan. Namun demikian keadaan dua faktor tersebut sebenarnya juga masih belum memberikan suatu gambaran yang jelas sebagai penyebab terjadinya perbedaan di antara individu-individu yang ada.
Sebagai suatu contoh dua orang anak yang memiliki kemampuan hampir sama di dalam kelas tertentu, pada umumnya tidak disebabkan oleh faktor yang sama. Anak yang satu mungkin memiliki bakat atau potensi yang baik sehingga walaupun dengan lingkungan yang kurang menguntungkan ia mampu mencapai taraf kepandaian atau kemampuan tersebut. Namun akan mustahil ia akan dapat mempunyai kemampuan tersebut tanpa ada suatu usaha belajar dari yang bersangkutan dalam lingkungan lain yang lebih baik. Sebaliknya individu yang kedua ia bisa mencapai tingkat kepandaian tersebut karena lingkungannya memberikan fasilitas ke arah itu. Misalnya orang tuanya termasuk keluarga terdi-dik (guru). Akan tetapi perlu disadari bahwa lingkungan yang baik belum merupakan suatu jaminan bagi seseorang untuk secara otomatis mau meman-faatkan lingkungannya. Seorang anak yang berasal dari keluarga dokter walaupun di rumah tempat prakteknya terdapat sejumlah peralatan kedokteran, kalau dalam dirinya tidak ada minat untuk untuk menjadi dokter ia tidak akan tertarik untuk menggunakan alat-alat tersebut. Demikian halnya dengan anak dari keluarga terdidik, ia tidak akan bisa menjadi anak pandai apabila ia tidak mempunyai perhatian terhadap pelajaran-pelajaran sekolahnya.
Berdasarkan uraian di atas tampak bahwa di antara kedua faktor tersebut baik internal maupun eksternal terdapat pola-pola kombonasi dan interaksi yang cukup kompleks, sehingga kadang-kadang tidak mudah bagi kita untuk membe-dakan akibat-akibat manakah yang benar-benar ditimbulkan oleh internal (hereditas) dan akibat mana yang ditimbulkan oleh faktor eksternal (lingkungan).
Kadang-kadang masih ada orang memperdebatkan ma­nakah yang lebih penting antara hereditas dan lingkungan ? Per­debatan mengenai pertanyaan semacam ini sebenarnya tidak akan membawa kepada suatu penyelesaian karena rumusan­nya masih terlalu kabur. Sama halnya kalau kita berdebat mengenai mana yang lebih penting pada sebuah mobil, me­sinnya atau bahan bakarnya. Begitu juga tidak dapat kita ka­takan, manakah yang lebih penting pada seorang individu : hereditasnya atau lingkungannya karena kedua faktor itu sa­ngat diperlukan.
Kalau orang berbicara tentang perbedaan-perbedaan in­dividu atau perbedaan antara kelompok-kelompok individu yang ingin diketahui orang sebenarnya adalah apakah manu­sia yang berbeda karena hereditasnya berbeda ataukah karena lingkungannya yang berbeda. Dengan rumusan semacam ini pertanyaan di atas lebih berarti untuk dipersoalkan, karena mungkin saja sebuah mobil jalannya lebih cepat karena me­sinnya yang lebih baik atau karena bahan bakarnya yang le­bih baik. Dua buah mobil yang sama kondisi mesinnya, satu diisi premium dan satu lagi bensin biasa, maka kedua mobil itu akan berbeda kecepatan larinya. Begitu juga halnya ka­lau dua buah mobil yang berbeda kondisi mesinnya, meskipun sama-sama diisi premium tidak akan sama cepat larinya.      
Dua orang manusia sama halnya dengan dua mobil ta­di. Mereka mungkin memiliki hereditas yang sama akan teta­pi perkembangannya menjadi berbeda oleh karena diasuh dan dibesarkan dalam dua buah lingkungan yang berbeda. Sebaliknya dua orang yang diasuh dalam lingkungan yang sama mungkin akan memperlihatkan perkembangan yang berbeda, kalau dua orang tadi memiliki hereditas yang ber­lainan.
Text Box: LingkunganSetiap individu adalah merupakan hasil dari hereditas dan lingkungan. Hubungan antara hereditas dan lingkungan lebih tepat kalau digambarkan sebagai suatu hasil perkalian dan bukan sebagai hasil penjumlahan. Jadi individu bukan hereditas ditambah lingkungan akan tetapi hereditas kali lingkungan. Hereditas dapat dilukiskan sebagai dasar dari suatu segi empat, lingkungan sebagai tinggi dan individu se­bagai luas dari segi empat itu.






    


                                  Gambar Interaksi Hereditas dan Lingkungan

Dengan gambar tersebut jelas bahwa seorang individu tidak hanya ditentukan oleh hereditasnya saja atau oleh Iingkungannya saja, karena kalau salah satu bagian hilang, maka tidak mungkin akan terbentuk luas yang merupakan individunya. Jadi kedua faktor tersebut sama pentingnya  dan mutlak harus ada. Perhatikan  gambar berikut ini..
Text Box: Lingkungan 







      
Individu A potensi hereditasnya biasa-biasa saja, tetapi lingkungannya cukup bagus sehingga menghasilkan kondisi perkembangan pribadi seluar kotak yang ada. Luas kondisi perkembangan pribadi B hampir sama dengan A walaupun potensi hereditasnya lebih baik daripada A. Namun potensi ini kurang mendapatkan dukungan dari lingkungan di mana B berada. Selanjutnya individu C perkembangan pribadinya jauh melebihi A dan B, karena pribadi C didukung oleh faktor potensi hereditas yang baik, dan kondisi lingkungan yang baik pula. Dengan dukungan yang positip dari kedua faktor tersebut, maka luas kotak C jauh lebih luas, yaitu duakali luas kotak A maupun B.
Ilustari dari gambar di atas dalam dunia pendidikan dikenal dengan hukum dasar pendidikan, yaitu pandangan para pakar pendidikan yang melihat aspek perkembangan pribadi seseorang ditentukan oleh lingkungan (Empirisme), potensi bawaan dari lahir (Nativisme), dan perpaduan antara lingkungan dan potensi bawaan (Konvergensi)
Pandangan Empirisme yang dipelopori oleh John Lock (1632-1704) mengatakan bahwa anak yang baru lahir bagaikan kertas putih yang tidak ada tulisan apa-apanya. Teori ini juga disebut sebagai Tabularasa (meja lilin). Karena kondisinya yang bersih belum ada tulisannya sama sekali, maka dalam perkembangan hidupnya anak akan menjadi apa sangat tergantung pada tulisan apa yang akan menggores pada kertas kosong tersebut. Kalau yang menggores tulisan yang baik, maka akan jadi anak yang baik, dan sebaliknya apabila yang menggores tersebut adalah tulisan yang jelek jadilah ia anak yang jelek. Tulisan yang akan menggores pada kertas kosong tersebut itulah yang dikategorikan sebagai lingkungan. Di sini pendidikan termasuk sebagai lingkungan, sehingga keberadaannya sangat dibutuhkan bagi individu manusia.
Nativisme memandang pribadi manusia yang baru lahir bertolak belakang dengan Empirisme. Nativisme memandang bahwa anak lahir sudah membawa suatu nativus (bakat), sehingga kelak ia akan menjadi apa sangat tergantung pada bakat yang dibawanya. Dengan demikian maka lingkungan tidak penting karena tidak akan memberikan kontribusi apa-apa terhadap potensi bawaan tertsebut. Oleh sebab itu faktor pendidikan menurut pandangan ini tidak diperlukan adanya. Pelopor teori ini ialah Arthur Schopenhuer (1788-1860)
Pandangan ketiga tampaknya mengkompromikan kedua pandangan di atas. Bagaimanapun kuatnya alasan kedua pandangan tersebut, namun keduanya dianggap kurang realistik. Suatu kenyataan bahwa potensi hereditas yang baik saja tanpa pengaruh lingkungan (pendidikan) yang positip tidak akan membina kepribadian yang ideal. Sebaliknya meskipun lingkungan (pendidikan) yang positip dan maksimal tidak akan menghasilkan perkembangan kepribadian yang ideal tanpa didukung potensi hereditas yang baik. Oleh sebab itu perkembangan pribadi seseorang pada dasarnya adalah perpaduan atau hasil proses kerja sama di antara faktor potensi hereditas (internal) dan kondisi lingkungan atau pendidikan (eksternal). Setiap pribadi adalah hasil konvergensi faktor internal dan eksternal. Teori ini dipelopori oleh William Stern (1871 – 1938). Teori tersebut diformulasikan dalam sebuah rumus sebagai berikut.
                                   
Keterangan:
P  = Personality (kepribadian)
H  = Heredity (hereditas)                    E = Environment (lingkungan)
Pelajaran penting yang bisa diambil dari cara pelukisan semacam ini ialah bahwa memperbaiki keadaan lingkungan untuk sejumlah individu secara serentak tidak akan mengurangi perbedaan individu. Malahan sebaliknya, perbaikan lingkungan yang diberikan secara sama kepada sejumlah in­dividu justru akan memperbesar perbedaan-perbedaan indi­vidu tersebut. Hal ini bisa kita terangkan dengan menggunakan effektivitas daripada lingkungan seperti yang sudah pernah kita singgung di muka. Suatu lingkungan tidak dengan sendi­rinya merangsang seorang individu untuk berbuat: Effektivi­tas dari lingkungan bergantung kepada bagaimana interpres­tasi individu yang bersangkutan terhadap nilai dari lingkung­an tersebut.
Untuk jelasnya baiklah kita berikan suatu contoh. Da­lam suatu daerah yang terpencil di mana tidak ada sekolah, perpustakaan, televisi dan media pendidikan lainnya seorang anak yang cerdas akan tetap menjadi buta huruf seperti anak-ana,k lain di daerah itu. Akan tetapi dalam lingkungan yang lebih baik, misalnya jika kepada mereka diberikan ke­sempatan untuk bersekolah sampai setinggi-tingginya, anak yang lebih cerdas tadi akan berkembang jauh lebih pesat dar ri anak-anak lainnya. Kembali kepada gambar di atas. Kalau lingkungan individu A dan B dikalikan 2 (dua) maka perbe­daan luas A dan B akan menjadi jauh lebih besar daripada perbedaan luas sebelumnya. Dengan demikian jika kita me­wujudkan perbedaan individu yang disebabkan oleh faktor­faktor hereditas, dibutuhkan suatu lingkungan yang kaya yang penuh dengan rangsang-rangsang yang tepat.
Lingkungan dapat mengurangi timbulnya perbedaan-perbe­daan individu. Menurut jalan pikiran yang telah dikemuka­kan di muka, individu-individu dengan hereditas yang berbe­da-beda tidak akan dapat dibentuk menjadi individu yang sama dengan jalan menempatkan mereka dalam lingkungan yang sama. Meskipun bukan maksudnya untuk membentuk individu yang sama, akan tetapi dalam praktek kadang-ka­dang kita memerlukan sekelompok individu yang memiliki keterampilan dan pengetahuan yang bersamaan. Sebagai sua­tu contoh dapat kita kemukakan pengajaran di sekolah-se­kolah kita. Untuk tiap-tiap kelas seolah-olah sudah ditentu­kan sebelumnya, keterampilan-keterampilan atau pengeta­huan apa yang seharusnya sudah dimiliki oleh anak-anak da­lam kelas itu, lepas dari persoalan bagaimana hereditas yang mereka miliki. Untuk mencapai maksud ini harus kita ada­kan semacam Kompensasi : artinya terhadap anak yang satu yang sudah miliki kecerdasan, keberanian dan usaha yang le­bih besar tidak perlu lagi kita curahkan perhatian yang terla­lu besar, sedangkan terhadap anak-anak yang agak lemah ku­rang usahanya kita berikan perhatian dan bantuan yang le­bih banyak. Dengan demikian ,pada akhir tahun ajaran bisa kita mengharapkan sejumlah individu dengan kecakapan dan pengetahuan yang relatif bersamaan.
Kalau kita menengok kembali gambar di atas, keadaan semacam ini bisa dilukiskan sebagai individu B dan C. Mere­ka memiliki kualitas yang kira-kira bersamaan meskipun lingkungan dan hereditas mereka masing-masing berbeda. Dengan demikian dari lukisan ini kita bisa menarik suatu pe­lajaran bahwa kualitas yang bersamaan yang dimiliki oleh dua orang individu mungkin saja ditimbulkan oleh faktor­faktor yang berbeda.

4. Manusia Sebagai Makhluk Sosial
            Manusia pada umumnya dilahirkan seorang diri, namun demikian mengapa hidupnya harus bermasyarakat? Seperti diketahui, maka manusia pertama yaitu Adam telah ditakdirkan untuk hidup bersama dengan manusia yang lain yaitu istrinya yang bernama Hawa. Banyak cerita-cerita tentang manusia yang hidup menyendiri seperti misalnya cerita Robinson Crousoe yang diceritakan sebagai manusia yang hidup sendiri. Akan tetapi pengarangnya tak dapat membuat suatu penyelesaian tentang hidup seorang diri tadi, karena kalau dia mati maka berarti bahwa riwayatnya pun akan habis pula. Kemudian muncullah tokoh “Friday” sebagai teman Robinson Crousoe. Walaupun temannya pria itu juga, namun hal itu membuktikan bahwa pengarang sudah mempunyai perasaan tentang kehidupan bersama antar manusia. Begitu pula tokoh tarzan di dalam film yang diberi pasangan seorang wanita sebagai teman hidupnya, yang kemudian berketurunan pula, dan seterusnya.
            Apabila kita membaca cerita-cerita dari dunia wayang maka tokoh-tokoh seperti Arjuna yang sering bertapa dan menyendiri pada akhirnya juga kembali pada saudara-saudaranya. Bertapa dan menyendiri itu, hanyalah untuk semntara waktu saja, dan bersifat temporer. Seorang Kiyai di Madura yang kontroversi juga gemar bertapa ketika masa mudanya. Bahkan tidak jarang sampai pingsan karena tidak pernah makan dan minum. Keluarganya dibuat kebingungan sehingga harus merawat dan membawanya pulang dari tempat pertapaannya. Ia dirawat, disuapi, dikasih minum hingga sadar atau siuman kembali. Begitu siuman ia berangkat lagi ke tempat semula di mana ia bertapa. Begitu seterusnya dan pada akhirnya iapun kembali pulang ke rumahnya. Di lingkungan tempat tinggalnya akhirnya iapun tidak lagi menyendiri, ia beristri dan karena sosialnya sekarang ia telah memiliki sepuluh orang istri. Hebatnya semua istrinya tinggal serumah dengan istri pertama sebagai manajernya.
            Memang apabila manusia dibandingkan dengan makhluk-makhluk hidup yang lainnya seperti misalnya hewan, dia tak akan dapat hidup sendiri. Seekor anak ayam misalnya, walaupun tanpa induknya, mampu untuk mencari makan sendiri; demikian pula hewan-hewan lainnya seperti kucing, anjing, harimau, gajah, atau yang lainnya. Manusia tanpa manusia lain takkan mampu bertahan hidup lama. Bayi misalnya, harus disusui, disuapi dimandikan, dirangsang untuk berlatih berjalan, bermain, makan, dan lain sebagainya. Jadi sejak manusia lahir, ia selalu akan berhubungan dengan manusia lainnya. Lagi pula, manusia tidak dikaruniai Tuhan dengan alat-alat fisik yang cukup untuk dapat hidup sendiri. Harimau misalnya, diberi kuku dan gigi yang kuat untuk mencari makan sendiri; burung diberi sayap untuk dapat terbang jauh. Katak diberi alat khusus untuk hidup di darat maupun di tempat-tempat berair; ikan diberi alat khusus untuk dapat hidup di air. Akan tetapi manusia tidak demikian; fisiknya tidak sekuat hewan-hewan besar, akan tetapi manusia dia diberi kelengkapan untuk hidup dan kehidupannya yang sangat luarbiasa ampuhnya, bahkan jauh lebih sempurna daripada makhluk-makhluk lain ciptaan Allah, yaitu akal. Akal tak dapat secara langsung digunakan sebagai alat hidup, akan tetapi dapat diberdayakan untuk membuat berbagai alat kebutuhan yang diperlukan untuk kehidupan.
            Hewan-hewan seperti sapi, keledai, beruang, kuda, sanggup hidup di udara dingin tanpa pakaian. Manusia tak mungkin mampu bertahan seperti hewan-hewan tersebut menghadapi cuaca dingin hingga -52o C seperti di daerah Chascaton Canada. Namun dengan kemampuan akal yang dimilikinya manusia mampu menciptakan pakaian dan perlengkapan lainnya untuk melindungi diri dari ganasnya alam cuaca dingin, bahkan panas dari terik matahari sekalipun. Dalam menghadapi alam sekeliling, manusia harus hidup berkawan dengan manusia-manusia lain dan pergaulan tadi mendatangkan kepuasan bagi jiwanya. Apabila manusia hidup sendirian, misalnya dalam keadaan terkurung di dalam sebuah ruangan yang tertutup sehingga dia tidak dapat mendengarkan suara orang lain atau tidak dapat melihat orang lain, maka terjadi gangguan dalam perkembangan jiwanya. Naluri dari manusia untuk selalu hidup dengan orang lain, disebut gregariousness. Oleh karena itu manusia disebut juga sosial animal (=hewan sosial, hewan yang mempunyai naluri untuk senantiasa hidup bersama).
            Di dalam hubungan antara manusia satu dengan manusia lain akan muncul suatu reaksi sebagai akibat dari hubungan tersebut. Reaksi ini menyebabkan  tindakan seseorang menjadi bertambah luas. Misalnya, kalau ada seseorang menyanyi ia membutuhkan reaksi, entah yang berwujud pujian atau celaan yang merupakan dorongan bagi tindakan-tindakan selanjutnya. Di dalam memberikan reaksi tersebut ada suatu kecenderungan manusia untuk memberikan keserasian dengan tindakan-tindakan orang lain, karena sejak dilahirkan, manusia sudah mempunyai dua hasrat atau keinginan pokok yaitu:
  1. Keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain disekelilingnya (masyarakat)
  2. Keinginan untuk menjadi satu dengan suasana alam disekelilingnya
Untuk dapat menghadapi dan menyesaikan diri dengan kedua lingkungan nya, manusia mempergunakan akal pikiran, perasaan, dan karsanya. Dalam menghadapi lingkungan alam; misalnya udara dingin, panas yang menyengat, atau lainnya, manuia menciptakan rumah, pakaian, penghangat, penyejuk dan lain-lain. Manusia juga harus makan, agar badannya tetap sehat, untuk itu dia dapat mengambil makanan sebagai hasil dari alam sekitar, dengan mempergunakan akalnya. Di daerah pantai, manusia akan menjadi nelayan untuk menangkap ikan; apabila alam sekitarnya hutan, maka manusia akan berburu untuk mencari makanannya. Kesemuanya itu menimbulkan kelompok-kelompok sosial atau sosial-group di dalam kehidupan manusia ini, karena manusia tak mungkin hidup sendiri. Kelompok-kelompok sosial tersebut merupakan himpunan atau kesatuan-kesatuan manusia yang hidup bersama, oleh karena adanya hubungan antara mereka. Hubungan tersebut antara lain menyangkut kaitan timbal-balik yang saling mempengaruhi dan juga suatu kesadaran untuk saling tolong menolong. Dengan kondisi semacam ini akan terbentuklah suatu kehidupan bersama atau yang dikenal dengan istilah kelompok sosial. Ciri dari suatu kelompok sosial yaitu:
1)      Setiap anggota kelompok sadar bahwa dia merupakan bagian dari kelompok yang bersangkutan.
2)      Ada hubungan timbal balik antara anggota yang satu dengan anggota yang lainnya.
3)      Memiliki rasa senasib seperjuangan.
4)      Berstruktur, berkaidah, dan mempunyai pola perilaku.
Abraham Maslow dalam teorinya mengatakan bahwa manuisa itu memiliki kebutuhan yang bersifat hirarkis. Maksudnya manusia akan berusaha mendapatkan kebutuhan lainnya apabila kebutuhan di bawahnya telah terpenuhi terlebih dahulu. Kebutuhan tersebut bila digambarkan adalah sebagai berikut.



 








1. Physical Needs
2. Safety Needs
3. Love Needs
4. Esteem Needs
5. Self Actualization Needs
     Gambar Hirarki Kebutuhan Manusia
Kebutuhan fisik manusia dalam hidup diperuntukkan bagi keberlang-sungan kehidupannya bersama-sama dengan manusia lainnya. Kebutuhan ini diwujudkan dalam bentuk makan, minum dan lainnya. Tujuannya semata-mata agar survive. Selanjutnya apabila kebutuhan pokok ini terpenuhi maka manusia akan berusaha untuk mendapatkan kebutuhan di atasnya, yaitu rasa aman. Rasa aman di sini adalah bagaimana diri manusia dapat terlindung dari berbagai ancaman bahaya dari luar. Dengan adanya kebutuhan ini manusia menciptakan pakaian, tempat tinggal, dan lainnya.
Selanjutnya sebagai makhluk sosial manusia tidak bisa hidup sendiri. Ia membutuhkan orang lain sebagai bagian dari kehidupannya. Di sini letak kebutuhan manusia yang ketiga berupa kasih sayang. Dengan rasa kasih sayang manusia dapat hidup bersama dengan sejahtera. Bersama baik konteks kehidupan bermasyarakat maupun bersama dalam konteks kehidupan keluarga. Dengan kebutuhan kasih sayang pula manusia dapat melangsungkan garis keturunan ke generasi berikutnya. Unsur cinta kasih yang perlu dipertahankan dalam kehidupan bersama meliputi; rasa tanggungjawab, pengorbanan, kejujuran, saling menghor-mati dan menghargai. Unsur-unsur kasih sayang ini sangat perlu dikembangkan dan dipertahankan baik dalam kehidupan berumahtangga maupun dalam bercinta kasih dengan sesama manusia lainnya.
Sebagai pribadi manusia juga memiliki kebutuhan akan harga diri. Setiap orang tentu akan merasa senang apabila ia diperlakukan manusiawi oleh manusia lainnya. Sebaliknya seseorang akan merasa tersinggung apabila harga dirinya dilecehkan. Sebagai pribadi yang memiliki kebutuhan harga diri sangat penting untuk menumbuhkan dan mengembangkan sikap ini untuk tujuan introspeksi bahwa di luar diri itu ada diri-diri lain yang sama-sama memiliki kebutuhan untuk dihargai. Dengan selalu melakukan introspeksi akan tumbuh sikap positip yang akan melahirkan prilaku yang selalu akan memperhatikan kebutuhan orang lain. Namun demikian ada pula sifat yang harus dihindari melalui kebutuhan harga diri ini, yaitu sifat ingin selalu dihormati. Suburnya sifat ini akan membuat seseorang menjadi gila hormat. Gila hormat termasuk penyakit hati yang harus dihindari. Perlu disadari bahwa siapapaun orangnya apabila ia mau menghargai dan menghormati orang lain ia juga akan dihargai dan dihormati oleh orang lain. Selanjutnya kebutuhan puncak manusia ialah kebutuhan aktualisasi diri. Kebutuhan ini tercermin dari sikap penampilan manusia yang selalu ingin lebih dari orang lain walaupun sebenarnya sangat tentatif. Namun yang penting bagi seseorang dalam menampakkan kebutuhan ini ialah ia akan merasa memperoleh suatu kepuasan apabila ia dapat melakukan sesuatu yang menurut perasaannya melampaui orang lain. Misalnya dalam hal pakaian, pergaulan, atau ketika tampil dalam forum-forum yang melibatkan banyak orang, ia akan selalu tampil dengan ciri dan sifatnya yang khas.

5. Fungsi Manusia Sebagai Makhluk Individu dan Sosial
Sepanjang peradaban manusia, tidak dapat dibuktikan bahwa manusia dapat hidup sendiri, tanpa kawan, tanpa komunikasi. Pada dasarnya terdapat dua keinginan pokok yang mendorong manusia untuk hidup mengelompok yaitu keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain dan keinginan menjadi satu dengan suasana alam sekelilingnya.
Dalam kehidupan bermasyarakat, seorang individu dalam bertingkah laku menurut pola pribadinya dalam tiga kemungkinan :
1)      menyimpang dari norma kolektif ; terjadi bila kepribadian individu tidak dominan sedangkan dia tidak mampu atau tidak mau menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
2)      Kehilangan individualitasnya (resesif) ; terjadi bila kepribadian individu tersebut lemah dan takluk terhadap lingkungannya.
3)      Mempengaruhi masyarakat (dominan) ; terjadi bila kepribadian individu kuat dan mampu mempengaruhi dan menaklukkan lingkungannya.
                 Satuan terkecil dari kehidupan sosial individu adalah keluarga, yang juga merupakan unsur terpenting pembentuk masyarakat. Keluarga merupakan salah satu cermin peran dimana manusia merupakan individu yang juga memiliki tanggungjawab sekaligus fungsi sebagai makhluk sosial.
Menurut Biro Sensus Amerika Serikat istilah keluarga diartikan sebagai :a group of two or more persons residing together who are related by blood marriage, or adoption. Batasan yang pada hakekatnya sama dikemukakan oleh A.M. Rose. Menurut beliau, a family is a group of interacting persons who recognize a relationship with each other based on common parentage, marriage, and or adoption. Menurut kedua batasan tersebut, keluarga ialah kelompok sosial yang terdiri atas dua orang atau lebih yang mempunyai ikatan darah, perkawinan, atau adopsi.
             The family is a small social group, normally commposed of a father, a mother, and one or more children, in which affection and responsibility are equitably shared to become self-controlled and socially-motivated persons, demikian batasan yang dikemukakan oleh Emory S. Bogardus. Dalam batasan tersebut, disamping sebagai kelompok sosial, juga ditunjuk ciri-ciri dan tujuan keluarga. Definisi yang serupa dikemukakan oleh Francis E. Merrill. In functional terms, the family may be viewed as an enduring relationship of parents and children that performs such functions as the protection, rearing, and socialization of children and the providing of intimate responses between its members. Dari beberapa definisi tersebut dapatlah dirumuskan intisari pengertian keluarga, yaitu:
1)      keluarga merupakan kelompok sosial kecil yang umumnya terdiri atas ayah, ibu, dan anak.
2)      hubungan sosial di antara anggota keluarga relatif tetap dan didasarkan atas ikatan darah, perkawinan, dan atau adopsi.
3)      hubungan antara anggota keluarga dijiwai oleh suasana afeksi dan rasa tanggung jawab.
4)      fungsi keluarga ialah memelihara, merawat, dan melindungi anak dalam rangka sosialisasinya agar mereka mampu mengendalikan diri dan berjiwa sosial.
Definisi-definisi tersebut di atas lebih menunjuk pada pengertian somah atau nuclear family, yaitu kesatuan sosial yang terdiri atas suami istri dan anak-anaknya. Kerap kali keluarga itu tidak hanya terdiri atas suami istri dan anak-anaknya, melainkan juga nenek, paman, bibi, kemenakan, dan saudara-saudara lainnya. Nuclear family yang yang diperluas ini disebut Extended family. Nuclear family dan extended family tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:







Gambar : Extended family dan Nuclear Family




Keterangan:


 
            = laki-laki                                                               
            = perempuan                                     = bersuami istri                       
            = beranakkan                                     = bersaudara

            Keluarga dalam mana individu dilahirkan dan mengalami proses sosialisasinya yang terpenting disebut keluarga orientasi. Sedangkan keluarga yang dibentuknya melalui perkawinannya dan anak-anak sebagai hasil perkawinannya itu disebut keluarga prokreasi. Keanggotaan individu mula-mula dalam keluarga orientasi, kemudian karena perkawinan beralih kepada keluarga prokreasi.
Kedudukan individu dalam keluarga orientasi dan prokreasi itu dapat digambarkan sebagai berikut:


 










Keluarga merupakan institusi sosial yang bersifat universal dan mulitifungsional. Fungsi pengawasan sosial, pendidikan, keagamaan, perlindungan, dan rekreasi dilakukan oleh keluarga terhadap anggota-anggotanya. Karena proses industrialisasi, urbanisasi, dan sekularisasi maka keluarga dalam masyarakat modern kehilangan sebagian dari fungsi-fungsi tersebut di atas. Namun dalam perubahan masyarakat, fungsi utama keluarga tetap melekat, yaitu melindungi, memelihara, sosialisasi, dan memberikan suasana kemesraan bagi anggotanya
Berdasarkan penjelasan di atas keluarga merupakan satuan sosial terkecil yang dimiliki manusia sebagai makhkluk sosial, yang ditandai adanya kerjasama ekonomi. Dengan demikian maka fungsi keluarga ialah :
1)      Pengaturan seksual
2)      Reproduksi
3)      Sosialisasi
4)      pemeliharaan
5)      penempatan anak dalam masyarakat
6)      Pemuas kebutuhan seseorang
7)      Kontrol sosial
Seiring perkembangan jaman, nilai-nilai ideal keluarga mengalami perubahan. Modernisasi, industrialisasi, kemamkmuran dalam sistem kapitalisme liberal merupakan faktor yang mempengaruhi perubahan nilai keluarga dalam masyarakat. Masri Singarimbun (1993) mengingatkan bahwa mobilitas penduduk yang semakin tinggi, nilai-nilai yang berubah, kontrak sosial yang longgar, manusia yang semakin individualistik, merupakan tantangan bagi keluarga masa kini dan yang akan datang.

6. Interaksi Sosial
            Seorang sosiolog, di dalam menelaah masyarakat manusia banyak berhu-bungan dengan kelompok-kelompok sosial, baik yang kecil seperti keluarga, kelompok siswa di sekolah, maupun kelompok yang besar seperti masyarakat desa, masyarakat kota, bangsa, dan lainnya. Sebagai sosiolog, sekaligus ia adalah salah satu anggota dari salah satu kelompok sosial tesebut dan sekaligus sebagai peneliti kehidupan kelompok tersebut secara ilmiah. Semakin mendalam penelitiannya, semakin timbul kesadarannya bahwa sebagian dari kepribadiannya terbentuk oleh kehidupan berkelompok tersebut dan bahwa dia hanya merupakan unsur yang mempunyai kedudukan dan peranan dalam kelompok tersebut..
Hampir semua manusia, pada awalnya merupakan anggota kelompok sosial yang dinamakan keluarga. Walaupun anggota-anggota keluarga tadi selalu menyebar, pada waktu-waktu tertentu mereka pasti akan berkumpul seperti saat makan pagi, siang, dan malam. Setiap anggota mempunyai pengalaman masing-masing, karena hubungannya dengan kelompok-kelompok sosial lainnya di luar rumah dan bila mereka berkumpul terjadilah tukar-menukar pengalaman di antara mereka. Pada saat demikian, tidaklah semata-mata terjadi pertukaran pengalaman, akan tetapi para anggota keluarga tersebut mungkin mengalami perubahan-perubahan sebagai akibat pertukaran pengalaman tersebut, walaupun sering kali hal itu sama sekali tidak disadarinya. Saling tukar-menukar pengalaman tersebut, disebut sebagai sosial-experiences . Dalam kehidupan berkelompok, sosial experience mempunyai pengaruh yang besar di dalam pembentukan kepribadian seseorang. Penelitian terhadap sosial-experiences sangat penting untuk mengeta-hui sampai sejauh mana pengaruh kelompok terhadap individu dan bagaimana reaksi reaksi individu terhadap pengaruh kelompok tersebut dalam proses pembentukan kepribadian.
Suatu kelompok sosial cenderung tidak merupakan kelompok yang statis, akan tetapi selalu berkembang serta mengalami perubahan-perubahan baik dalam aktivitas maupun bentuknya. Kelompok tadi dapat menambahkan alat-alat perlengkapan untuk dapat melaksanakan fungi-fungsinya yang baru di dalam rangka perubahan-perubahan yang dialaminya atau bahkan sebaliknya dapat mempersempit ruang lingkupnya.
            Sesuatu aspek yang menarik dari kelompok sosial tersebut adalah bagaimana caranya mengendalikan anggota-anggotanya. Para sosiolog akan tertarik oleh cara-cara kelompok sosial tersebut dalam mengatur tindakan-tindakan anggota-anggotanya, agar supaya tercapai tata tertib di dalam kelompok yang bersangkutan. Yang agaknya penting adalah bahwa kelompok tersebut merupakan tempat kekuatan-kekuatan sosial berhubungan, berkembang mengalami disorganisasi, memegang peranan dan selanjutnya.

7. Klasifikasi Tipe-tipe Kelompok Sosial
Tipe-tipe kelompok-kelompok sosial dapat diklasifikasikan dari beberapa sudut berdasarkan berbagai criteria ukuran.  Sosiolog Jerman yaitu Georg Simmel mengambil ukuran besar-kecilnya jumlah anggota kelompok, bagaimana individu mempengaruhi kelompoknya serta interaksi sosial dalam kelompok tersebut. Dalam analisisnya mengenai kelompok-kelompok sosial, Georg Simmel mulai dengan bentuk terkecil yang terdiri dari satu orang sebagai fokus hubungan sosial yang dinamakannya monad yang kemudian diperkembangkan dengan meneliti kelompok-kelompok yang terdiri dari dua atau tiga orang yaitu dyad serta triad dan kelompok-kelompok kecil lainnya. Di samping itu sebagai perbandingan, ditelaahnya kelompok-kelompok yang lebih besar.
Ukuran lain yang diambil adalah atas dasar derajat interaksi sosial dalam kelompok sosial tersebut. Beberapa sosiolog memperhatikan pembagian atas dasar kelompok-kelompok di mana anggota-anggotanya saling kenal mengenal (face to face groupings), seperti keluarga, rukun tetangga dan desa, dengan kelompok-kelompok sosial seperti kota-kota, korporasi, dan Negara, di mana anggota-anggotanya tidak mempunyai hubungan yang erat. Ukuran tersebut oleh sosiolog lainnya, dikembangkan lebih lanjut dengan memperhatikan tinggi rendahnya derajat eratnya hubugan antara anggota-anggota kelompok sosial tersebut.
Suatu ukuran lainnya ialah ukuran kepentingan dan wilayah. Suatu masyarakat misalnya merupakan kelompok-kelompok atau kesatuan-kesatuan atas dasar wilayah yang tidak mempunyai kepentingan-kepentingan yang khusus. Suatu association sebagai suatu perbandingan, justru dibentuk untuk memenuhi kepentingan yang tertentu. Sudah tentu anggota-anggotanya sedikitnya sadar akan adanya kepentingan-kepentingan bersama walaupun hal itu tidak dikhususkan secara terinci atau dijabarkan lebih lanjut.
Berlangsungnya suatu kepentingan, merupakan ukuran lain bagi klasifikasi tipe-tipe sosial. Suatu kerumunan misalnya, merupakan kelompok yang hidupnya sebentar saja, oleh karena kepentingannyapun tidak berlangsung dengan lama. Lain halnya dengan masyarakat yang kepentingan-kepentingannya yang secara relative bersifat tetap (permanent). Selanjutnya dapat dijumpai pula klasifikasi atas dasar ukuran derajat organisasi. Kelompok-kelompok sosial terdiri dari kelompok-kelompok yang terorganisir dengan baik sekali misalnya Negara, sampai pada kelompok-kelompok yang hampir-hampir tak terorganisir seperti misalnya suatu kerumunan. Dasar yang diambil sebagai salah satu alternatif untuk mengadakan klasifikasi tipe-tipe kelompok sosial tersebut adalah jumlah atau derajat interaksi sosial atau kepentingan-kepentingan kelompok, atau oragnisasinya maupun kombinasi dari ukuran-ukuran tersebut.

7.1 Kelompok-kelompok Sosial Dipandang dari Sudut Individu
Seorang warga dari masyarakat yang masih sederhana susunannya, secara relatif menjadi anggota pula dari kelompok-kelompok kecil secara terbatas. Kelompok-kelompok sosial tersebut biasanya terbentuk atas dasar kekerabatan, usia, sex, dan kadang-kadang atas dasar perbedaan pekerjaan atau kedudukan. Keanggotaan masing-masing kelompok sosial tadi, memberikan kedudukan atau prestise tertentu yang sesuai dengan adat istiadat dan lembaga pemasyarakatan di dalam masyarakat; namun suatu hal yang penting adalah bagaimana keanggotaan pada kelompok-kelompok sosial (termasuk, pada masyarakat-masaarakat yang masih sederhana) tidak selalu bersifat sukarela.
            Dalam masyarakat yang sudah kompleks, individu biasanya menjadi anggota dari kelompok-kelompok sosial tertentu sekaligus, misalnya atas dasar sex, ras, dan lainnya. Akan tetapi, dalam hal lain seperti dibidang pekerjaan, rekreasi dan sebagainya keanggotaannya bersifat sukarela. Dengan demikian maka terdapat derajat tertentu serta arti tertentu bagi individu-individu tadi, sehubungan dengan keanggotaan kelompok sosial yang tertentu, sehingga bagi individu terdapat dorongan-dorongan tertentu pula sebagai anggota kelompok sosial. Suatu ukuran lainnya bagi si individu adalah bahwa dia merasa lebih tertarik oleh kelompok-kelompok sosial yang dekat seperti kehidupan keluarga, kelompok kekerabatan, dan rukun tetangga, daripada misalnya dengan suatu perusahaan besar atau Negara. Apabila kelompok sosial dianggap sebagai kenyataan dalam kehidupan manusia atau individu, juga harus diingat pada konsep-konsep dan sikap-sikap individu terhadap kelompok-kelompok sosial sebagai kenyataan subyektif yang penting untuk memahami gejala kolektivitas

7.2 In-group dan Out-grup
Dalam proses sosialisasi seseorang mendapatkan pengetahuan “kami”-nya dengan “mereka”-nya dan bahwa kepentingan-kepentingan suatu kelompok sosial serta sikap-sikap yang mendukungnya terwujud dalam pembedaan kelompok-kelompok sosial tersebut yang dibuat oleh individu. Kelompok-kelompok sosial dengan mana individu mengidentifikasikan dirinya merupakan in-group-nya. Jelas bahwa apabila suatu kelompok sosial merupakan “in-group” atau tidak bagi individu, bersifat relatif dan tergantung pada situasi-situasi sosial yang tertentu. Out-group diartikan oleh individu sebagai kelompok yang menjadi lawan in-group-nya yang sering dihubungkan dengan istilah-istilah “kami atau kita” dan “mereka” seperti misalnya; “kita warga R.T 001” sedangkan “mereka warga R.T 002”, “kami mahasiswa fakultas hukum” sedangkan “mereka mahasiswa Fakultas Ekonomi”, “kami pegawai negeri” dan “mereka pedagang”.
Sikap-sikap in-group pada umumnya didasarkan pada faktor simpati dan selalu mempunyai perasaan dekat dengan anggota-anggota kelompok. Sikap in-group selalu ditandai dengan kelainan yang berwujud suatu antagonisme atau antipati. Perasaan in-group dan out-group atau perasaan dalam serta luar kelompok dapat merupakan dasar suatu sikap yang dinamakan etnocentrisme. Anggota-anggota suatu kelompok sosial tertentu, sedikit banyaknya akan mempunyai suatu kecenderungan untuk menganggap bahwa segala sesuatu yang termasuk kebiasaan kelompoknya sendiri sebagai sesuatu yang terbaik apabila dibandingkan denga kebiasaan kelompok lainnya. Kecenderungan seperti ini disebut etnocentrisme, yaitu suatu sikap untuk menilai unsur-unsur kebudayaan lain dengan mempergunakan ukuran-ukuran kebudayaan sendiri. Sikap etnosentris ini sering disamakan dengan sikap mempercayai sesuatu, sehingga kadang-kadang sukar sekali bagi yang bersangkutan untuk mengubahnya, walaupun dia menyadari sikapnya itu salah. Sikap etnosentris tersebut diajarkan kepada anggota-anggota melalui proses sosialisasi, baik secara sadar maupun secara tidak sadar, bersama dengan nilai-nilai budaya.
              In-group dan out-group dapat dijumpai disemua masyarakat, walaupun kepentingan-kepentingannya tidak selalu sama satu dengan lainnya. Dalam masyarakat yang masih sederhana, mungkin jumlahnya tidak banyak apabila dibandingkan dengan masyarakat yang kompleks, walaupun dalam masayarakat yang sederhana tadi perbedaan-perbedaannya tak begitu tampak dengan jelas. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa setiap kelompok sosial, merupakan “in-group” bagi anggota-anggotanya. Konsep tersebut dapat diterapkan baik terhadap kelompok-kelompok sosial yang relatif kecil samapi yang terbesar, selama para anggotanya mengadakan identifiasi dengan kelompoknya.

7.3 Primary Group dan Secondary Group
            Dalam klasifikasi kelompok-kelompok sosial, perbedaan yang luas dan fundamental adalah perbedaan antara kelompok-kelompok kecil di mana hubungan antara anggota-anggotanya erat sekali di satu pihak, dengan kelompok-kelompok yang lebih besar di pihak lain. Primary Group dan Secondary Group mungkin dapat diterjemahkan dengan istilah “kelompok utama” dan “kelompok sekunder”. Menurut Cooley, primary groups adalah kelompok-kelompok yang ditandai ciri-ciri kenal-mengenal antara anggota-anggotanya serta kerja sama erat yang bersifat pribadi. Sebagai salah satu hasil hubungan yang erat dan bersifat pribadi tadi, adalah peleburan individu-individu dalam satu kelompok-kelompok, sehingga tujuan individu menjadi juga tujuan kelompoknya. Kelompok-kelompok tersebut mempunyai makna utama dalam berbagai arti, terutama dalam pembentukan ataupun perwujudan cita-cita sosial individu. Hasil hubungan timbal balik antara anggota kelompok tersebut secara psikologis, sama dengan peleburan individu dengan cita-citanya masing-masing, sehingga tujuan dan cita-cita individu juga menjadi tujuan serta cita-cita kelompoknya. Sudah tentu secara mutlak tak dapat dikatakan bahwa kehidupan serta hubungan antara anggota-anggota kelompok tersebut selalu harmonis. Tentu ada kalanya terjadi perbedaan paham, bahkan pertentangan; namun kesemuanya itu untuk kepentingan kelompoknya juga. Secara singkat dapatlah dikatakan Primary Group adalah kelompok-kelompok kecil yang agak langgeng (permanent) dan yang berdasarkan kenal-mengenal secara pribada antara sesama anggota kelompoknya.
Konsep Cooley mengenai hubungan saling kenal mengenal, belum cukup untuk  menerangkan persyaratan yang penting bagi adanya suatu primary group. Syarat-syarat yang sangat penting adalah ; pertama bahwa anggota-anggota kelompok secara fisik berdekatan antara satu dengan lainnya. Kedua, bahwa kelompok tersebut adalah kecil, dan ketiga adalah adanya suatu kelanggengan hubungan antara anggota-anggota kelompok yang bersangkutan. Supaya terjadi hubungan yang akrab di antara individu-individu yang ada mau tak mau secara fisik harus saling kenal mengenal. Saling berbicara dan saling melihat merupakan saluran utama untuk pertukaran pikiran, cita-cita, maupun perasaan. Kenal-mengenal secara fisik, memberi kemungkinan terbentuknya primary group, akan tetapi hal itu tergantung dari kemungkinan-kemungkinan yang ditentukan oleh kebudayaan masyarakat yang bersangkutan. Setiap masyarakat mempunyai norma-norma yang mengatur hubungan fisik antara anggota-anggotanya yang kadang-kadang dapat merupakan penghalang bagi terjadinya hubungan, seperti hubungan antara orang-orang dari kasta yang berbeda derajatnya, dalam masyarakat yang mempunyai system pelapisan masyarakat yang tertutup (misalnya di India.). akan tetapi hubugan antara mereka di tempat-tempat umum, misalnya di loket karcis kereta api tidak dilarang. Dalam keadaan demikian, norma-norma masyarakat seolah-olah memberikan suatu kelonggaran. Kecilnya kelompok juga merupakan salah satu syarat yang penting, oleh karena tidak mungkin seseorang pada waktu yang tertentu berhubungan dengan banyak orang sekaligus. Memang dalam keadaan-keadaan tertentu hal itu mungkin terjadi, misalnya apabila seorang guru memberikan pelajaran kepada murid-muridnya. Akan tetapi ternyata kemudian bahwa semakin kecil kelas yang bersangkutan, semakin akrab pula hubungan antara guru dengan murid-muridnya. Dalam suatu kelompok yang kecil, seorang anggota, secara pribadi, dapat ikut serta mengambil bagian dalam membentuk keputusan-keputusan kelompok tersebut. Selanjutnya, suatu sifat kelompok dan keakraban kelompok juga lebih mudah terwujud. Keakraban dalam hubungan antar individu, sebetulnya tergantung dari seringnya individu-individu yang bersangkutan berhubungan dan mendalamnya hubungan tadi. Semakin lama mereka berhubungan satu sama lain, semakin akrab pula hubungan tersebut. Walaupun misalnya sepasang suami istri yang telah berumah tangga selama 10 tahun seringkali bertengkar, namun sangat sukar bagi masing-masing untuk hidup lepas satu sama lainnya. Jadi suatu kontinyuitas tertentu merupakan pula suatu faktor dalam pembentukan primary group.

RINGKASAN
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk-makhluk ciptaan lainnya karena memiliki unsur rohani yang berupa akal, rasa, dan kehendak, secara jasmani yang mengandung nilai estetika (keindahan). Meurut teori keindahan suatu benda dikatakan indah jika mengandung 3 unsur, yaitu contrast (pertentangan), simetry/ balance (keserasian/keseimbangan), dan unity (kesatuan)
Secara kodrati manusia adalah sebagai makhluk individu dan sosial. Sebagai makhluk individu manusia memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan manusia lainnya. Karakteristik manusia sebagai makhluk individu memiliki sifat-sifat  sebagai berikut.
1)          Merupakan satu kesatuan yang utuh, terorganisir yang beraksi dan bereaksi
2)          Dinamis, selalu berkembang baik karena pengaruh internal maupun eksternal.
3)          Berbeda dengan pribadi-pribadi lainnya.
4)          Memiliki nilai tersendiri, prilakunya tunduk dan menggambarkan nilai yang diakuinya.
5)          Sulit dinilai, yang dapat diamati hanya manifestasinya dalam bentuk perbuatan.
Manusia satu berbeda dengan manusia lainnya disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal banyak berhubungan dengan hereditas, sedangkan faktor eksternal berhubungan dengan lingkungan. Antara faktor internal maupun eksternal terdapat suatu interaksi yang saling mempemgaruhi sehingga dapat membentuk keribadian tertentu bagi setiap orang. Jadi individu merupakan hasil dari hereditas dan lingkungan.
Dalam dunia pendidikan pandangan terhadap kepribadian manusia sebagai hasil interaksi antara faktor internal dan eksternal melahirkan berbagai teori yang dikenal dengan hukum dasar pendidikan. Teori  pertama menganggap bahwa aspek perkembangan pribadi seseorang ditentukan oleh faktor lingkungan. Teori ini dipelopori oleh John Lock (1632-1704). ia mengatakan bahwa anak lahir bagaikan kertas putih. Dalam perkembangan hidupnya anak akan menjadi apa tergantung pada tulisan apa yang akan menggores pada kertas tersebut. Kalau yang menggores tulisan yang baik, maka jadi anak baik, dan sebaliknya.
Teori kedua disebut dengan Nativisme. Teori ini memandang bahwa anak lahir sudah membawa suatu bakat sehingga kelak ia akan menjadi apa sangat tergantung pada bakatnya. Dengan demikian maka lingkungan tidak penting karena tidak akan memberikan kontribusi apa-apa terhadap potensi bawaan tertsebut. Pelopor teori ini ialah Arthur Schopenhuer (1788-1860)
Teori berpendapat bahwa potensi hereditas yang baik tanpa pengaruh lingkungan (pendidikan) yang positip tidak akan membina kepribadian yang ideal. Sebaliknya meskipun lingkungan (pendidikan) yang positip dan maksimal tidak akan menghasilkan perkembangan kepribadian yang ideal tanpa didukung potensi hereditas yang baik. Oleh sebab itu perkembangan pribadi seseorang pada dasarnya adalah perpaduan atau hasil proses kerja sama antara faktor potensi hereditas (internal) dan kondisi lingkungan atau pendidikan (eksternal). Teori ini dipelopori oleh William Stern (1871 – 1938).
    Manusia sebagai makhluk sosial memerlukan manusia lain dalam kehidupannya. Dibandingkan dengan makhluk hidup lainnya kondisi manusia ketika baru lahir amat lemah, tidak berdaya sehingga membutuhkan pertolongan orang lain. Berbeda dengan seekor anak ayam misalnya, walaupun tanpa induk ia langsung mampu mencari makan sendiri. Demikian pula hewan-hewan lainnya
Naluri dari manusia untuk selalu hidup dengan orang lain, disebut gregariousness. Oleh karena itu manusia disebut juga sosial animal (hewan sosial, hewan yang mempunyai naluri untuk senantiasa hidup bersama). Keinginannya untuk hidup bersama dengan manusia lainnya menimbulkan kelompok-kelompok sosial. Ciri dari suatu kelompok sosial yaitu:
1)          Setiap anggota kelompok sadar bahwa dia merupakan bagian dari kelompok yang bersangkutan.
2)          Ada hubungan timbal balik antara anggota yang satu dengan anggota yang lainnya.
3)          Memiliki rasa senasib seperjuangan.
4)          Berstruktur, berkaidah, dan mempunyai pola perilaku.
                 Satuan terkecil dari kehidupan sosial individu adalah keluarga, yang juga merupakan unsur terpenting pembentuk masyarakat. Keluarga merupakan salah satu cermin peran di mana manusia merupakan individu yang juga memiliki tanggungjawab sekaligus fungsi sebagai makhluk sosial. Intisari pengertian keluarga, yaitu:
1)          merupakan kelompok sosial kecil yang umumnya terdiri atas ayah, ibu, dan anak.
2)          terdapat hubungan sosial di antara anggota keluarga relatif tetap dan didasarkan atas ikatan darah, perkawinan, dan atau adopsi.
3)          hubungan tersebut dijiwai oleh suasana afeksi dan rasa tanggung jawab.
4)          berfungsi memelihara, merawat, dan melindungi anak dalam rangka sosialisasinya agar mereka mampu mengendalikan diri dan berjiwa sosial.
Tipe-tipe kelompok-kelompok sosial dapat diklasifikasikan kedalam beberapa kriteria. Pertama dipandang dari sudut individu. Kelompok-kelompok sosial ini biasanya terbentuk atas dasar kekerabatan, usia, sex, dan kadang-kadang atas dasar perbedaan pekerjaan atau kedudukan. Keanggotaan masing-masing kelompok sosial, memberikan kedudukan atau prestise tertentu sesuai dengan adat istiadat dan yang ada. Dalam masyarakat yang sudah kompleks, individu menjadi anggota dari kelompok-kelompok sosial tertentu sekaligus, misalnya atas dasar sex, ras, dan lainnya. Akan tetapi, dalam hal lain seperti dibidang pekerjaan, rekreasi dan sebagainya keanggotaannya bersifat sukarela.  Kedua In-group dan Out-grup. Dalam proses sosialisasi seseorang mendapatkan pengetahuan “kami”-nya dengan “mereka”-nya. Kelompok-kelompok sosial di mana individu mengidentifikasikan dirinya merupakan in-group-nya. Out-group diartikan oleh individu sebagai kelompok yang menjadi lawan in-group-nya yang sering dihubungkan dengan istilah-istilah “kami atau kita” dan “mereka”. Misalnya; “kita warga R.T 001” sedangkan “mereka warga R.T 002”.
Sikap-sikap in-group pada umumnya didasarkan pada faktor simpati dan selalu mempunyai perasaan dekat dengan anggota-anggota kelompok. Sikap out-group selalu ditandai dengan kelainan yang berwujud suatu antagonisme atau antipati. Perasaan in-group dan out-group atau perasaan dalam serta luar kelompok dapat merupakan dasar suatu sikap yang dinamakan etnosentrisme. Ketiga yaitu Primary Group dan Secondary Group. Primary Group dan Secondary Group mungkin dapat diterjemahkan dengan istilah kelompok utama dan kelompok sekunder. Primary groups merupakan kelompok sosial yang ditandai ciri-ciri kenal-mengenal antara anggota-anggotanya serta kerja sama erat yang bersifat pribadi. Kelompok ini cukup signifikan, terutama dalam pembentukan ataupun perwujudan cita-cita sosial individu. Hasil hubungan timbal balik antara anggota kelompok secara psikologis, sama dengan peleburan individu dengan cita-citanya masing-masing, sehingga tujuan dan cita-cita individu juga menjadi tujuan dan cita-cita kelompoknya. Syarat penting dalam primary group adalah ; anggota-anggotanya berdekatan, kelompok tersebut adalah kecil, dan adanya suatu hubungan kontinyu di antara mereka.

TUGAS UNTUK DISELESAIKAN
1.      Coba jelaskan dengan disertai contoh mengapa manusia dikatakan sebagai makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna kejadiannya dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya ?
2.      Jelaskan mengapa manusi sebagai makhluk individu memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan individu-individu lainnya ?
3.      Jelaskan bagaimana pandangan teori-teori pendidikan terhadap konsep perkembangan kepribadian seseorang, dan bagaimana menurut pandangan saudara sendiri ?
4.      Coba jelaskan dengan disertai contoh mengapa dikatakan sebagai makhluk sosial ?
5.      Diskusikan dengan teman sekelompok antara 3 – 5 orang apa fungsi manusia sebagai makhluk individu dan sosial ?
6.      Jelaskan apa yang disebut dengan keluarga dan apa fungsinya ?
7.      Dalam kehidupan sosial terdapat proses sosialisasi. Coba jelaskan dengan disertai contoh apa maksud dari sosialisasi?
8.      Jelaskan apa arti istilah-istilah di bawah ini
a)       animal social
b)      in-group  out group
c)       primary-secondary group
d)     animal symbolicum
e)      animal educandum
f)       hayawanun natiq

Selamat Bekerja