1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam KBBI, Pendidikan
berasal dari kata dasar didik (mendidik) yaitu memelihara dan
memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.
Sedangkan Pendidikan mempunyai Pengertian yaitu Proses Pengubahan
sikap dan tata laku seseorang atau kelonpok orang dalam usaha mendewasakan
manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara mendidik.Ki
Hajar Dewantara, sebagai Tokoh Pendidikan Nasional Indonesia, peletak dasar
yang kuat pendidkan nasional yang progresif untuk generasi sekarang dan
generasi yang akan datang merumuskan pengertian pendidikan sebagai
berikut : Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya
budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelektual dan tubuh anak);
dalam Taman Siswa tidak boleh dipisahkan bagian-bagian itu agar supaya kita
memajukan kesempurnaan hidup, kehidupan, kehidupan dan penghidupan anak-anak
yang kita didik, selaras dengan dunianya (Ki Hajar Dewantara, 1977:14).
Dari etimologi dan analisis pengertian Pendidikan di atas, secara singkat Pendidikan dapat dirumuskan sebagai tuntutan pertumbuhan manusia sejak lahir hingga tercapai kedewasaan jasmani dan rohani, dalam interaksi dengan alam dan lingkungan masyarakatnya.Pendidikan merupakan proses yang terus menerus, tidak berhenti. Di dalam proses pendidikan ini, keluhuran martabat manusia dipegang erat karena manusia (yang terlibat dalam pendidikan ini) adalah subyek dari pendidikan. Karena merupakan subyek di dalam pendidikan, maka dituntut suatu tanggung jawab agar tercapai suatu hasil pendidikan yang baik. Jika memperhatikan bahwa manusia itu sebagai subyek dan pendidikan meletakkan hakikat manusia pada hal yang terpenting, maka perlu diperhatikan juga masalah otonomi pribadi. Maksudnya adalah, manusia sebagai subyek pendidikan harus bebas untuk “ada” sebagai dirinya yaitu manusia yang berpribadi, yang bertanggung jawab (Appidi, 2007).Hasil dari pendidikan tersebut yang jelas adalah adanya perubahan pada subyek-subyek pendidikan itu sendiri. Melalui pendidikan manusia menyadari hakikat dan martabatnya di dalam relasinya yang tak terpisahkan dengan alam lingkungannya dan sesamanya. Itu berarti, pendidikan sebenarnya mengarahkan manusia menjadi insan yang sadar diri dan sadar lingkungan. Dari kesadarannya itu mampu memperbarui diri dan lingkungannya tanpa kehilangan kepribadian dan tidak tercerabut dari akar tradisinya.
Dari etimologi dan analisis pengertian Pendidikan di atas, secara singkat Pendidikan dapat dirumuskan sebagai tuntutan pertumbuhan manusia sejak lahir hingga tercapai kedewasaan jasmani dan rohani, dalam interaksi dengan alam dan lingkungan masyarakatnya.Pendidikan merupakan proses yang terus menerus, tidak berhenti. Di dalam proses pendidikan ini, keluhuran martabat manusia dipegang erat karena manusia (yang terlibat dalam pendidikan ini) adalah subyek dari pendidikan. Karena merupakan subyek di dalam pendidikan, maka dituntut suatu tanggung jawab agar tercapai suatu hasil pendidikan yang baik. Jika memperhatikan bahwa manusia itu sebagai subyek dan pendidikan meletakkan hakikat manusia pada hal yang terpenting, maka perlu diperhatikan juga masalah otonomi pribadi. Maksudnya adalah, manusia sebagai subyek pendidikan harus bebas untuk “ada” sebagai dirinya yaitu manusia yang berpribadi, yang bertanggung jawab (Appidi, 2007).Hasil dari pendidikan tersebut yang jelas adalah adanya perubahan pada subyek-subyek pendidikan itu sendiri. Melalui pendidikan manusia menyadari hakikat dan martabatnya di dalam relasinya yang tak terpisahkan dengan alam lingkungannya dan sesamanya. Itu berarti, pendidikan sebenarnya mengarahkan manusia menjadi insan yang sadar diri dan sadar lingkungan. Dari kesadarannya itu mampu memperbarui diri dan lingkungannya tanpa kehilangan kepribadian dan tidak tercerabut dari akar tradisinya.
Masalah Pokok Pendidikan
1.
Pemerataan Pendidikan
Menurut
(KBBI), kata pemerataan berasal dari kata dasar rata, yang berarti:
1) meliputi
seluruh bagian,
2) tersebar
kesegala penjuru, dan
3) sama-sama
memperoleh jumlah yang sama.
Sedangkan kata
pemerataan berarti proses, cara, dan perbutan melakukan pemerataan.Jadi,pemerataan
pendidikan adalah suatu proses, cara dan perbuatan melakukan pemerataan
terhadap pelaksanaan pendidikan, sehingga seluruh lapisan masyarakat dapat
merasakan pelaksanaan pendidikan.Pelaksanaan pendidikan yang merata adalah pelaksanaan program pendidikan yang dapat
menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya bagi seluruh warga negara Indonesia
untuk dapat memperoleh pendidikan. Pemerataan dan perluasan pendidikan atau
biasa disebut perluasan kesempatan belajar merupakan salah satu sasaran
dalam pelaksanaan pembangunan nasional. Hal ini dimaksudkan agar setiap orang
mempunyai kesempatan yang sama unutk memperoleh pendidikan.Kesempatan
memperoleh pendidikan tersebut tidak dapat dibedakan menurut jenis kelamin, status sosial, agama, maupun
letak lokasi geografis.Dalam propernas tahun 2000-2004 yang mengacu kepada GBHN
1999-2004 mengenai kebijakan pembangunan pendidikan pada poin pertama
menyebutkan:“Mengupayakan perluasan dan pemeraatan memperoleh pendidikan yang
bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju terciptanya Manusia
Indonesia berkualitas tinggi dengan peningkatan anggaran pendidikan secara
berarti“. Dan pada salah satu tujuan pelaksanaan pendidikan Indonesia adalah
untuk pemerataan kesempatan mengikuti
pendidikan bagi setiap warga negara. Pemerataan Pendidikan merupakan
tujuan pokok yang akan diwujudkan. Jika tujuan tersebut tidak dapat dipenuhi,
maka pelaksanaan pendidikan belum dapat dikatakan berhasil. Hal inilah yang
menyebabkan masalah pemerataan pendidikan sebagai suatu masalah yang paling
rumit untuk ditanggulangi.Permasalahan Pemerataan dapat terjadi karena
kurang tergorganisirnya koordinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah
daerah, bahkan hingga daerah terpencil sekalipun. Hal ini menyebabkan
terputusnya komunikasi antara pemerintah pusat dengan daerah. Selain itu
masalah pemerataan pendidikan juga terjadi karena kurang berdayanya suatu
lembaga pendidikan untuk melakukan proses pendidikan, hal ini bisa saja terjadi
jika kontrol pendidikan yang dilakukan pemerintah pusat dan daerah tidak
menjangkau daearh-daerah terpencil. Jadi hal ini akan mengakibatkan mayoritas
penduduk Indonesia yang dalam usia sekolah, tidak dapat mengenyam pelaksanaan
pendidikan sebagaimana yang diharapkan.Permasalahan pemerataan pendidikan dapat
ditanggulangi dengan menyediakan fasilitas dan sarana belajar bagi setiap lapisan
masyarakat yang wajib mendapatkan pendidikan. Pemberian sarana dan prasrana
pendidikan yang dilakukan pemerintah sebaiknya dikerjakan setransparan mungkin,
sehingga tidak ada oknum yang dapat mempermainkan program yang dijalankan ini
(Meilanika, 2009).
2.
Mutu dan Relevansi Pendidikan
Pendidikan yang bermutu
yaitu pelaksanaan
pendidikan yang dapat menghasilkan tenaga profesional sesuai dengan kebutuhan
negara dan bangsa pada saat ini. Sedangkan relevan berarti bersangkut
paut, kait mangait, dan berguna secara langsung.
Sejalan dengan
proses pemerataan pendidikan, peningkatan mutu untuk setiap jenjang pendidikan
melalui persekolahan juga dilaksanakan. Peningkatan mutu ini diarahkan
kepada peningkatan mutu masukan dan lulusan, proses, guru, sarana dan prasarana,
dan anggaran yang digunakan untuk menjalankan pendidikan.
Rendahnya mutu
dan relevansi pendidikan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor terpenting
yang mempengaruhi adalah mutu proses pembelajaran yang belum mampu
menciptakan proses pembelajaran yang berkualitas. Hasil-hasil pendidikan juga
belum didukung oleh sistem pengujian dan penilaian yang melembaga dan
independen, sehingga mutu pendidikan tidak dapat dimonitor secara ojektif dan
teratur.Uji banding antara mutu pendidikan suatu daerah dengan daerah lain
belum dapat dilakukan sesuai dengan yang diharapkan. Sehingga hasil-hasil
penilaian pendidikan belum berfungsi untuk penyempurnaan proses dan hasil
pendidikan.
Selain itu,
kurikulum sekolah yang terstruktur dan sarat dengan beban menjadikan proses
belajar menjadi kaku dan tidak menarik. Pelaksanaan pendidikan seperti ini
tidak mampu memupuk kreatifitas siswa untuk belajar secara efektif. Sistem yang
berlaku pada saat sekarang ini juga tidak mampu membawa guru dan dosen untuk
melakukan pembelajaran serta pengelolaan belajar menjadi lebih inovatif.
Akibat dari
pelaksanaan pendidikan tersebut adalah menjadi sekolah cenderung kurang
fleksibel, dan tidak mudah berubah seiring dengan perubahan waktu dan
masyarakat. Pada pendidikan tinggi, pelaksanaan kurikulum ditetapkan pada
penentuan cakupan materi yang ditetapkan secara terpusat, sehingga perlu
dilaksanakan perubahan kearah kurikulum yang berbasis kompetensi, dan lebih
peka terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Rendahnya mutu
dan relevansi pendidikan juga disebabkan oleh rendahnya kualitas tenaga
pengajar. Penilaian dapat dilihat dari kualifikasi belajar yang dapat dicapai
oleh guru dan dosen tersebut. Dibanding negara berkembang lainnya, maka
kualitas tenaga pengajar pendidikan tinggi di Indonesia memiliki masalah yang
sangat mendasar.
Melihat
permasalahan tersebut, maka dibutuhkanlah kerja sama antara lembaga pendidikan
dengan berbagai organisasi masyarakat. Pelaksanaan kerja sama ini dapat
meningkatkan mutu pendidikan. Dapat dilihat jika suatu lembaga tinggi melakukan
kerja sama dengan lembaga penelitian atau industri, maka kualitas dan mutu dari
peserta didik dapat ditingkatkan, khususnya dalam bidang akademik seperti tekonologi industri (Vandi, 2010).
3.
Efisiensi dan Efektifitas Pendidikan
Efisiensi
adalah apabila
sasaran dalam bidang pendidikan dapat dicapai secara efisien atau berdaya guna.
Artinya pendidikan akan dapat memberikan hasil yang baik dengan tidak
menghamburkan sumber daya yang ada, seperti uang, waktu, tenaga dan sebagainya.
Pelaksanaan
proses pendidikan yang efisien adalah apabila pendayagunaan sumber daya
seperti waktu, tenaga dan biaya tepat sasaran, dengan lulusan dan produktifitas
pendidikan yang optimal. Pada saat sekarang ini, pelaksanaan pendidikan di
Indonesia jauh dari efisien, dimana pemanfaatan segala sumberdaya yang ada
tidak menghasilkan lulusan yang diharapkan. Banyaknya pengangguran di Indonesia
lebih dikarenakan oleh kualitas pendidikan yang telah mereka peroleh.
Pendidikan yang mereka peroleh tidak menjamin mereka untuk mendapat pekerjaan
sesuai dengan jenjang pendidikan yang mereka jalani.
Pendidikan
yang efektif adalah pelaksanaan
pendidikan dimana hasil yang dicapai sesuai dengan rencana / program yang telah
ditetapkan sebelumnya. Jika rencana belajar yang telah dibuat oleh dosen dan
guru tidak terlaksana dengan sempurna, maka pelaksanaan pendidikan tersebut
tidak efektif.
Tujuan dari
pelaksanaan pendidikan adalah untuk mengembangkan kualitas (SDM)
Sumber Daya Manusia sedini mungkin,
terarah, terpadu dan menyeluruh melalui berbagai upaya. Dari tujuan tersebut, pelaksanaan pendidikan
Indonesia menuntut untuk menghasilkan peserta didik yang memiliki kualitas SDM
yang mantap. Ketidakefektifan pelaksanaan pendidikan tidak akan mampu
menghasilkan lulusan yang berkualitas. Melainkan akan menghasilkan lulusan yang
tidak diharapkan. Keadaan ini akan menghasilkan masalah lain seperti
pengangguran.
Penanggulangan
masalah pendidikan ini dapat dilakukan dengan peningkatan kulitas tenaga
pengajar. Jika kualitas tenaga pengajar baik, bukan tidak mungkin akan
meghasilkan lulusan atau produk pendidikan yang siap untuk mengahadapi dunia
kerja. Selain itu, pemantauan penggunaan dana pendidikan dapat mendukung
pelaksanaan pendidikan yang efektif dan efisien. Kelebihan dana dalam
pendidikan lebih mengakibatkan tindak kriminal korupsi dikalangan pejabat
pendidikan. Pelaksanaan pendidikan yang lebih terorganisir dengan baik juga
dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi pendidikan. Pelaksanaan kegiatan
pendidikan seperti ini akan lebih bermanfaat dalam usaha penghematan waktu dan
tenaga (Ihsan, 2012).
2.1
Faktor Pendukung Masalah
Pendidikan
1.
IPTEK
Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi pada saat ini berdampak pada pendidikan di
Indonesia. Ketidaksiapan bangsa menerima perubahan zaman membawa perubahan
terhadap mental dan keadaan negara ini. Berkembangnya ilmu pengetahuan telah
membentuk teknologi baru dalam segala bidang, baik bidang social, ekonomi,
hukum, pertanian dan lain sebagainya. Sebagai negara berkembang Indonesia
dihadapkan kepada tantangan dunia global. Dimana segala sesuatu dapat saja
berjalan dengan bebas. Keadaan seperti ini akan sangat mempengaruhi keadaan
pendidikan di Indonesia. Penemuan teknologi baru di dalam dunia pendidikan,
menuntut Indonesia melakukan reformasi dalam bidang pendidikan. Pelaksanaan
reformasi tidaklah mudah, hal ini sangat menuntut kesiapan (SDM) Sumber Daya
Manusia Indonesia untuk menjalankannya.
Oleh karena
itu IPTEK sangat dibutuhkan pada Zaman Globalisasi.
2.
Laju Pertumbuhan Penduduk
Laju
pertumbuhan yang sangat pesat akan berpengaruh tehadap masalah pemerataan serta
mutu dan relevansi pendidikan. Pertumbuhan penduduk ini akan berdampak pada
jumlah peserta didik. Semakin besar jumlah pertumbuhan penduduk, maka semakin
banyak dibutuhkan sekolah-sekolah untuk menampungnya. Jika daya tampung suatu
sekolah tidak memadai, maka akan banyak peserta didik yang terlantar atau tidak
bersekolah. Hal ini akan menimbulkan masalah pemerataan pendidikan.
Tetapi apabila
jumlah dan daya tampung suatu sekolah dipaksakan, maka akan terjadi
ketidakseimbangan antara tenaga pengajar dengan peserta didik. Jika keadaan ini
dipertahankan, maka mutu dan relevansi pendidikan tidak akan dapat dicapai
dengan baik.
Sebagai negara
yang berbentuk kepulauan, Indonesia dihadapkan kepada masalah penyebaran
penduduk yang tidak merata. Tidak heran jika perencanaan, sarana dan prasarana
pendidikan di suatu daerah terpencil tidak terkoordinir dengan baik. Hal ini
diakibatkan karena lemahnya kontrol pemerintah pusat terhadap daerah tersebut.
Keadaan seperti ini adalah masalah lainnya dalam bidang pendidikan. Keterkaitan
antar masalah ini akan berdampak kepada keadaan pendidikan Indonesia.
3.
Permasalahan Pembelajaran
Pelaksanaan
kegiatan belajar adalah sesuatu yang sangat penting dalam dunia pendidikan.
Dalam kegiatan belajar formal ada dua subjek yang berinteraksi, Yaitu
pengajar/pendidik (guru/dosen) dan peserta didik ( murid/siswa, dan mahasiswa).Pada
saat sekarang ini, kegiatan pembelajaran yang dilakukan cenderung pasif, dimana
seorang pendidik selalu menempatkan dirinya sebagai orang yang serba tahu. Hal
ini akan menimbulkan kejengahan terhadap peserta didik. Sehingga pembelajaran
yang dilakukan menjadi tidak menarik dan cenderung membosankan. Kegiatan
belajar yang terpusat seperti ini merupakan masalah yang serius dalam dunia
pendidikan. Guru / dosen yang berpandangan kuno selalu menganggap bahwa
tugasnya hanyalah menyampaikan materi, sedangkan tugas siswa/mahasiswa adalah
mengerti dengan apa yang disampaikannya. Bila peserta didik tidak mengerti,
maka itu adalah urusan mereka. Tindakan seperti ini merupakan suatu paradigma
kuno yang tidak perlu dipertahankan. Dalam hal penilaian, Pendidik menempatkan
dirinya sebagai penguasa nilai. Pendidik bisa saja menjatuhkan, menaikan,
mengurangi dan mempermainkan nilai perolehan murni seorang peserta didik. Pada
satu kasus di pendidikan tinggi, dimana seorang dosen dapat saja memberikan
nilai yang diinginkannya kepada mahasiswa tertentu, tanpa mengindahkan
kemampuan atau skill yang dimiliki oleh mahasiswa tersebut. Proses penilaian
seperti sungguh sangat tidak relevan.
2.2
Penanggulangan Masalah
Pembelajaran
1. Gaya Belajar
v Somatis
Somatic berasal dari
bahasa Yunani, yang berarti tubuh. Jadi belajar somatis dapat disebut
sebagai belajar dengan menggunakan indra peraba, kinestetis, praktis, dan
melibatkan fisik serta menggunakan dan menggerakkan tubuh sewaktu belajar.
Dalam pelaksanaan kegiatan belajar pada saat ini otak merupakan organ tubuh
yang paling dominan.Anak-anak yang bersifat somatis tidak akan mampu untuk
duduk tenang. Mereka harus menggerakkan tubuh mereka untuk membuat otak dan
pikiran mereka tetap hidup. Anak-anak seperti ini disebut sebagai “Hiperaktif“.
Pada sejumlah anak, sifat hiperaktif itu normal dan sehat. Namun yang dijumpai
pada anak-anak hiperaktif adalah penderitaan, dimana sekolah mereka tidak mampu
dan tidak tahu cara memperlakukan mereka. Aktivitas anak-anak yang hiperaktif
cenderung dianggap mengganggu, tidak mampu belajar dan mengancam ketertiban
proses pembelajaran. Dalam satu penelitian disebutkan bahwa “jika tubuhmu tidak
bergerak, maka otakmu tidak beranjak“. Jadi menghalangi gaya belajar anak
somatis dengan menggunakan tubuh sama halnya dengan menghalangi fungsi pikiran
sepenuhnya. Mungkin dalam beberapa kasus, sistem pendidikan dapat membuat cacat
belajar anak, dan bukan menggangu jalannya pembelajaran.
v Auditori
Pikiran auditori lebih
kuat dari yang kita sadari. Telinga terus menerus menangkap dan menyimpan
informasi auditori, dan bahkan tanpa kita sadari. Begitu juga ketika kita
berbicara, area penting dalam otak kita akan menjadi aktif.Semua pembelajaran
yang memiliki kecenderungan auditori, belajar dengan menggunakan suara dari
dialog, membaca dan menceritakan kepada orang lain. Pada saat sekarang ini,
budaya auditori lambat laun mulai menghilang. Seperti adanya peringatan jangan
berisik di perpustakaan telah menekan proses belajar secara auditori.
v Visual
Ketajaman visual
merupakan hal yang
sangat menonjol bagi sebagian peserta didik. Alasaannya adalah bahwa dalam otak
seseorang lebih banyak perangkat untuk memproses informasi visual daripada
semua indra yang lain.Setiap orang yang cenderung menggunakan gaya belajar
visual akan lebih mudah belajar jika mereka melihat apa yang dibicarakan olah
guru atau dosen. Peserta didik yang belajar secara visual akan menjadi lebih
baik jika dapat melihat contoh dari dunia nyata, diagram, peta gagasan, ikon,
gambar, dan gambaran mengenai suatu konsep pembahasan. Peserta didik yang
belajar secara visual ini, akan lebih baik jika mereka menciptakan peta
gagasan, diagram, ikon dan gambar lainnya dengan kreasi mereka sendiri.
2. Gaya Mengajar
Pelaksanaan
pembelajaran sangat ditunjang oleh keahlian pendidik dalam mengatur suasana
kelasnya. Seringkali dalam proses penyampaian materi, pendidik langsung
mengajar apa adanya. Ada pendidik yang tidak mau memikirkan cara menyampaikan
materi pelajaran yang akan dibahasnya. Menyampaikan materi bukan hanya sekedar
berbicara di depan kelas saja, tetapi suatu cara dan kemampuan untuk membawakan materi
pelajaran menjadi suatu bentuk presentasi yang menarik, menyenangkan, mudah
dipahami dan diingat oleh peserta didik. Dalam hal ini, komunikasi menjadi
lebih penting. Dengan komunikasi seseorang bisa mengerti dengan apa yang
dibicarakan.
Komunikasi
yang efektif tidak berarti pasti dan harus dapat menjangkau 100%. Komunikasi
yang efektif berarti mengerti dengan tanggung jawab dalam proses menyampaikan
pemikiran, penjelasan, ide, pandangan dan informasi. Dalam komunikasi
pembelajaran, sering dijumpai permasalahan, yaitu masalah mengerti dan tidak
mengerti. Jika peserta didik tidak mengerti dengan apa yang disampaikan
pendidik, maka tanggung jawab seorang pendidiklah untuk membuat mereka menjadi
lebih mengerti.
Jika dulu
pendidik dipandang sebagai sumber informasi utama, maka pada saat sekarang ini
pandangan seperti itu perlu disingkirkan. Sumber-sumber informasi pada abad ini
telah menimbulkan kelebihan informasi bagi setiap manusia di muka bumi ini.
Informasi yang tersedia jauh lebih banyak dari yang dibutuhkan. Hal inilah yang
menyebabkan peninjauan kembali terhadap gaya belajar masa kini.
Oleh karena
itu peran utama seorang pendidik perlu diperbaharui. Peran pendidik seharusnya
adalah sebagai fasilitator dan katalisator.
Peran guru
sebagai fasilitator adalah menfasilitasi proses pembelajaran yang berlangsung
di kelas. Dalam hal ini, peserta didik harus berperan aktif dan bertanggung
jawab terhadap hasil pembelajaran. Karena sebagai fasilitator, maka posisi
peserta didik dan pendidik adalah sama.
Sedangkan
peran pendidik sebagai katalisator adalah dimana pendidik membantu anak-anak
didik dalam menemukan kekuatan, talenta dan kelebihan mereka. Pendidik bergerak
sebagai pembimbing yang membantu, mangarahkan dan mengembangkan aspek
kepribadian, karakter emosi, serta aspek intelektual peserta didik. Pendidik
sebagai katalisator juga berarti mampu menumbuhkan dan mengembangkan rasa cinta
terhadap proses pembelajaran, sehingga tujuan pembelajran yang diinginkan dapat
terjadi secara optimal.
Gaya mengajar
seperti ini akan lebih bermanfaat dalam proses peningkatan mutu, kualitas,
efektifitas dan efisiensi pendidikan.